Dapat Surat Peringatan dari Kemkominfo, Ini Kata Facebook

Kemkominfo masih kurang puas dengan jawaban Facebook, terutama karena sampai saat ini belum menerima hasil audit kebocoran data pengguna Facebook di Indonesia.

oleh Andina Librianty diperbarui 12 Apr 2018, 07:15 WIB
Logo Facebook. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah menerima surat balasan dari Facebook atas Surat Peringatan (SP) pertama yang dilayangkan pada awal bulan ini. Melalui surat balasan itu, pihak Facebook memberikan beberapa jawaban terkait penyalahgunaan data puluhan juta penggunanya, termasuk di Indonesia.

Dijelaskan Menkominfo, Rudiantara, Facebook dalam surat itu mengungkapkan cara perusahaan menangani masalah Cambridge Analytica (CA). Perusahaan konsultan politik asal Inggris ini dituding telah menyalahgunakan data para pengguna Facebook untuk kepentingan komersial, termasuk Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) pada 2016.

Surat balasan Facebook dikirimkan oleh perwakilannya di Irlandia. Facebook Irlandia bertangung jawab untuk keseluruhan koordinasi di semua negara, kecuali AS dan Kanada.

“Menurut keterangan mereka, aplikasinya (yang berkaitan dengan CA) sudah dihentikan. Sebenarnya yang kami minta itu semua aplikasi semacam itu ditutup, setidaknya untuk pasar Indonesia, tapi yang baru dijawab bahwa yang sudah ditutup adalah CA,” jelas Rudiantara saat ditemui di kantor Kemkominfo, Rabu (11/4/2018) malam.

Sayangnya, Kemkominfo masih kurang puas dengan jawaban Facebook, terutama karena sampai saat ini belum menerima hasil audit kebocoran data pengguna Facebook di Indonesia. Padahal, hal ini sudah disampaikan melalui SP I.

Pemerintah berharap Facebook segera memberikan hasil audit tersebut. Namun, Kemkominfo tidak memberikan tenggat waktu agar bisa mengantongi hasil audit itu.

“Ya ditunggu sajalah (hasil audit), toh dari sisi Permen (Peraturan Menteri) Kemkominfo sudah ada sanksi administratif yang dimulai dari teguran lisan dan saya sudah tegur sendiri sejak tiga pekan lalu. Lalu juga ada dua teguran tertulis, kemudian nanti bisa ada langkah pemutusan pengoperasian sementara,” ungkapnya.

 


Cambride Analytica Belum Usai, Muncul Masalah Baru

Pertemuan Menkominfo dan Facebook di Jakarta, Kamis (5/4/2018). Liputan6.com/ Agustinus Mario Damar

Masalah penyalahgunaan data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica belum tuntas, muncul aplikasi lain yang dituding juga melakukan praktik serupa, bernama CubeYou dan AgregateIQ. Aplikasi dalam bentuk kuis dan tes kepribadian itu disebut berpotensi digunakan untuk penyalahgunaan data pribadi pengguna Facebook.

Menanggapi masalah baru ini, Kemkominfo mengirimkan SP II kepada Facebook. Rudiantara mengatakan, pemerintah ingin memastikan data pengguna Indonesia dilindungi dengan baik, sesuai dengan regulasi yang ada.

Pengiriman SP II ini tidak serta-merta membuat nasib Facebook berada di ujung tanduk. Pemerintah memutuskan menunggu proses audit berlangsung, kendati pihak Facebook sendiri, bahkan sang CEO, Mark Zuckerberg, telah mengaku lalai menjaga data pengguna.

“Saya juga sudah tanya kapan auditnya selesai, karena kami minta untuk segera diungkapkan kepada kami. Kita tunggulah ini, kan masih berkembang terus (pertimbangan untuk memutus sementara akses Facebook),” kata Rudiantara.

 


Propaganda dan Gagal Lindungi Data Ancam Eksistensi Facebook

100 potongan karton CEO Facebook Mark Zuckerberg yang mengenakan kaos bertuliskan "fix fakebook" berjejer di halaman Capitol AS di Washington DC (10/4). Sebelmunya, Zuckerberg tersandung skandal kebocoran data Facebook. (Zach Gibson / Getty Images / AFP)

Pemerintah masih bungkam soal rencana pemblokiran akses Facebook, lantaran masih mengikuti proses penyelidikan yang berlangsung. Kendati demikian, pemerintah menegaskan memiliki komitmen kuat terkait pemblokiran, jika memang dianggap telah di luar batas.

Diungkapkan Rudiantara, ada dua isu utama yang bisa membuat Facebook diblokir di Indonesia. Pertama, jika digunakan sebagai platform adu domba atau propaganda dengan tujuan memecah belah, seperti yang terjadi di Myanmar.

Kedua, jika Facebook terbukti tidak mampu memberikan perlindungan terhadap data pribadi pengguna.

“Bisa saja karena salah satunya, kita lakukan lebih dari sekarang (SP),” tutur pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.

(Din/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya