Liputan6.com, Jakarta Tahun 2017 nilai ekspor titik tertinggi yang pernah dicapai sepanjang sejarah ekspor minyak sawit Indonesia. Hal ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dari kondisi hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
"Dalam rangka meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia, Pemerintah Indonesia telah menetapkan standar nasional minyak sawit yaitu Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dengan menetapkan beberapa prinsip dan kriteria," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Haiyani Rumondang, saat mewakili Menaker Hanif Dhakiri menjadi keynote speech pada acara 2nd International Conference and Expo on Indonesian Sustainable Palm Oil (ICE-ISPO) 2018 di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Advertisement
Prinsip ke-4 ISPO tersebut, lanjut Haiyani mengatur mengenai tanggung jawab terhadap pekerja. Hal itu meliputi keselamatan dan kesehatan kerja, kesejahteraan dan peningkatan kemampuan pekerja, serta larangan perusahaan perkebunan mempekerjakan anak dibawah umur dan melakukan diskriminasi sesuai peraturan perundang-undangan.
"Selain itu prinsip ke-4 ISPO juga mengatur perusahaan perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya Serikat Pekerja dalam rangka memperjuangkan hak-hak pekerja dan erusahaan perkebunan juga harus mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja dan karyawan," katanya.
Nilai ekspor minyak sawit Indonesia tahun 2017 sebesar 22,97 milyar dollar AS atau meningkat 26% dibanding tahun 2016 sebesar 18,22 milyar dollar AS.
Berdasarkan data yang diolah GAPKI, produksi Crude Palm Oil (CPO) tahun 2017 mencapai 38,17 juta ton dan Palm Kernel Oil (PKO) sebesar 3,05 juta ton sehingga total keseluruhan produksi minyak sawit Indonesia mencapai 41,98 juta ton. Sedangkan luas lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia 12,307,677 hektar dengan komposisi pemilikan petani 5,169,224 ha = 42% , perusahaan BUMN 861,537 ha = 7%, dan perusahaan swasta 6,276,915 = 51%.
Haiyani mengingatkan, kondisi hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan hanya bisa dicapai jika pengusaha dan pekerja bisa saling bahu-membahu menggerakkan roda perusahaan dengan baik. Untuk mencapai kondisi hubungan industrial yang ideal harus ada pengaturan syarat kerja yang baik yang menjadi acuan utama dalam bekerja.
"Melalui konferensi ini saya berharap dapat merumuskan dan menyepakati hal-hal yang akan menjadi solusi dan upaya bersama dalam rangka meningkatkan produktivitas perusahaan dan pekerja dan kesejahteraan pekerja sektor perkebunan kelapa sawit," pungkas Haiyani.
(*)