Utang Pemerintah Tak Buat Infrastruktur Semua

Utang pemerintah pada hakikatnya dipergunakan untuk menutupi defisit anggaran.

oleh Merdeka.com diperbarui 12 Apr 2018, 20:53 WIB
Kendaraan melintas jembatan layang (flyover) Cipinang Lontar saat uji coba di Jakarta Timur, Selasa (27/2). Pengerjaan infrastruktur Cipinang Lontar memakan waktu kurang lebih satu tahun oleh Dinas Bina Marga DKI Jakarta. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP), Wahyu Widodo memastikan bahwa utang yang dimiliki oleh pemerintah tidak sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan belanja infrastruktur. Hingga Februari 2018, tercatat utang pemerintah di angka Rp 4.034 triliun.

"Apa benar utang buat bayar infrastruktur? Kalau dikatakan 100 persen untuk infrastruktur tentu tidak. Jadi harus dipahami data-data dan fakta yang benar," kata Wahyu dalam Diskusi Menakar Utang Jokowi, di Kantor DPP Taruna Merah Putih, Jakarta, Kamis (12/4/2018).

Wahyu mengatakan bahwa salah satu fokus pemerintah saat ini adalah mengejar ketertinggalan infrastruktur. Jika infrastruktur tersebut tidak segera dibangun maka akan semakin tertinggal dan pertumbuhan ekonomi tak bisa maksimal. 

Oleh sebab itu, ia meminta kepada masyarakat dapat dengan bijak melihat apakah betul masalah utang dan pembangunan infrastruktur.

"Utang tidak bisa dilihat hanya sebagian. Kita harus melihatnya harus dari dua sisi. Ini kalo sebagian dibiarkan gitu aja jadi perdebatan yang tidak selesai," imbuhnya.

Utang pada hakikatnya dipergunakan oleh pemerintah untuk menutup defisit anggaran. Mengingat belanja pemerintah saat ini lebih besar sehingga menghasilkan defisit.

"Kalo kita membangun tentu kita butuh modal. Butuh capital. Dalam struktur negara ada APBN ada belanja. Karena kita ekspansif dan kemudian belanja kita lebih besar dari pendapatan maka defisit. Nah ini kemudian yang ditutup pakai utang," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com


Ke Mana Utang Mengalir?

Suasana proyek LRT di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (1/1). Sejumlah proyek infrastruktur lain di Ibukota, seperti proyek Light Rail Transit tampak sepi aktifitas pengerjaan dikarenakan Libur Tahun Baru. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) menegaskan utang Indonesia senilai ribuan triliun rupiah digunakan untuk kegiatan produktif, yakni pembangunan infrastruktur dan investasi sumber daya manusia (SDM). 

Direktur Jenderal (Dirjen) PPR, Luky Alfirman, menjelaskan, utang yang dipinjam Indonesia digunakan untuk belanja produktif, yaitu pendidikan, kesehatan, infrastruktur, perlindungan sosial, serta peningkatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Dana Desa.

Berdasarkan data periode 2015-2017, jumlah anggaran untuk pendidikan senilai Rp 1.167,1 triliun, kesehatan Rp 249,8 triliun, perlindungan sosial Rp 299,6 triliun, serta DAK Fisik dan Dana Desa sebesar Rp 315,9 triliun. 

"Utang dipakai buat apa? Sesuatu yang produktif, seperti infrastruktur dan investasi SDM. Investasi itu benefitnya dinikmati oleh generasi yang akan datang," tegas Luky, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/4/2018). 

Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) sampai dengan akhir Januari 2018, total utang pemerintah sebesar Rp 3.958,66 triliun dan utang luar negeri swasta sebesar Rp 2.351,7 triliun (US$ 174,2 miliar dengan kurs Rp 13.500 per dolar AS).

Jika keduanya dijumlahkan menjadi sebesar Rp 6.310,36 triliun, jauh di bawah Rp 7.000 triliun. Rasio utang masih aman di angka 2,94 persen, dijaga di bawah 3 persen, serta tidak melebihi ambang batas 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara total utang pemerintah pusat sampai dengan akhir Februari 2018 sudah mencapai Rp 4.034,8 triliun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya