Desakan Mundur Tak Mengendur, Soeharto Lengser

Menguatnya tekanan dari berbagai pihak agar mengundurkan diri membuat Presiden Soeharto tak berkutik. Ia menyatakan lengser, 21 Mei 1998. Keputusan yang langsung disambut gembira rakyat Indonesia.

oleh Liputan6 diperbarui 20 Mei 2002, 20:08 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Rabu, 20 Mei 1998. Desakan kepada Presiden Soeharto agar mengundurkan diri terus dilontarkan berbagai pihak meski yang bersangkutan telah menyatakan kapok menjadi Kepala Negara. Bahkan, gagasan Soeharto menggelar pemilihan umum dalam waktu secepat-cepatnya dinilai anggota tim ahli Fraksi Karya Pembangunan DPR Barita Siregar, K.H. Alawy Muhammad, dan pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Soewoto sebagai tindakan inkonstitusional serta hanya ada di sistem liberal. Karena itu, usulan Soeharto harus ditolak. Menurut mahasiswa yang masih berada di Gedung DPR/MPR, langkah sesungguhnya yang harus ditempuh adalah mendesak MPR menggelar Sidang Istimewa dan memilih presiden baru.

Saat itu, suasana politik terus memanas. Tekanan mundur tak juga mengendur. Akhirnya, Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya pada keesokan hari, 21 Mei. Bacharuddin Jusuf Habibie kemudian secara otomatis menggantikan Bapak Pembangunan Orde Baru itu. Keputusan ini jelas disambut gembira rakyat Indonesia, tak terkecuali mahasiswa yang tengah berada di Gedung DPR/MPR. Mereka bernyanyi, menari, dan mandi bersama di kolam Gedung Dewan seraya meluapkan kegembiraan.

Pada malam harinya, mahasiswa menggelar renungan suci. Selain mengenang empat mahasiswa Universitas Trisakti yang gugur, mereka juga merenungkan soal keadaan di Tanah Air pasca-lengsernya Soeharto. Sedangkan bagi budayawan dan cendekiawan muslim Nurcholish Madjid, pengunduran diri Soeharto adalah langkah alternatif terbaik buat menyelesaikan krisis yang terjadi di Tanah Air.(SID/Tim Liputan 6 SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya