Liputan6.com, Bandung - Pengusutan kasus "pemerasan pria tampan" dari balik penjara terus bergulir. Sebelumnya, tiga narapidana kasus narkotika yang mendekam di lembaga pemasyarakatan (lapas) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menjadi tersangka kasus pemerasan berunsur pornografi.
Kendati meringkuk di balik jeruji besi, mereka memperdaya ratusan perempuan.
Advertisement
Berikut fakta-fakta seputar kasus "pemerasan pria tampan":
1. Tersangka Penghuni Lapas Jelekong
Para tersangka adalah tiga narapidana kasus narkotika di Lapas Narkotika Kelas 2A Jelekong, Bale Endah, Kabupaten Bandung, menjadi tersangka kasus pemerasan berunsur pornografi.
Tersangka berinisial IQ (25), JN (30), dan FA (29) kembali menjalani proses hukum di Markas Polrestabes Bandung dengan kasus yang berbeda.
2. Jumlah Korban 300 Wanita
Kapolrestabes Bandung, Kombes Hendro Pandowo mengatakan pengungkapan kasus "pemerasan pria tampan" berawal dari laporan salah seorang perempuan yang menjadi korban pemerasan pada 8 Maret 2018 lalu. Pemerasnya ternyata salah seorang narapidana di Lapas Jelekong.
"Hasil penyelidikan kami, korban sebanyak 300 orang semuanya perempuan. Namun, dari enam ponsel pelaku yang kami sita, ada 89 perempuan yang video telanjangnya disimpan di ponsel pelaku. Para pelaku sudah ditahan sepekan lalu," ucap Hendro, di Markas Polrestabes Bandung, Rabu, 11 April 2018.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tipu Muslihat Para Pemeras
3. Foto Profil Pria Tampan
Hendro mengungkapkan, ketiga narapidana Lapas Jelekong itu sengaja memasang foto profil pria tampan di media sosial atau medsos. Foto pria tampan pun mampu menarik perhatian perempuan. Selanjutnya, mereka memperdaya hingga memeras para korban.
4. Peras Melalui Medsos
Rincinya, para tersangka menggunakan Facebook atau Instagram. "Memakai foto dan berstatus duda atau mencari istri agar menarik perhatian para korban," tutur Hendro.
Setelah mendapatkan korban yang tertarik, si 'pria tampan' pura-pura hendak menjalin cinta hingga bisa bertukar nomor telepon.
5. Telepon Seks dan Video Call, Lalu...
Dengan rayuan, korban diajak untuk melakukan telepon video melalui aplikasi pesan WhatAapp. Setelah korban tertarik, mereka lalu diajak untuk melakukan telepon seks sampai video call.
Selanjutnya, korban yang telah terjerat dengan bujuk rayunya, diminta untuk menanggalkan pakaiannya. "Saat video call, korban diminta untuk bugil, pelaku merekam video bugil itu," kata Hendro.
Hendro mengungkapkan, rekaman video tersebut menjadi senjata pelaku memeras korban. Apabila menolak permintaan pelaku, korban diancam dengan penyebaran rekaman video bugil.
"Pelaku pun mengancam korban akan menyebarkan video itu jika tidak memberikan sejumlah uang," ucap Hendro.
Hendro menambahkan, para pelaku meminta uang Rp 10 juta sampai Rp 40 juta kepada setiap korbannya. Akibat perbuatan para pelaku, banyak korban yang menjadi depresi akibat terus menerus diperas.
6. Korban dari Berbagai Daerah hingga TKI
Para korban berasal dari berbagai daerah. Ada yang berdomisili di Kota Bandung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Medan, Kabupaten Subang, Sumatera Barat, dan Bali. Bahkan, korbannya ada TKI yang bekerja di Arab Saudi.
Advertisement
Pengakuan Mengejutkan
7. Kesaksian Mengejutkan
Seorang warga binaan Lapas Narkotika Klas 2A Jelekong, Bale Endah, Kabupaten Bandung, berinisial G (28), membuat pengakuan mengejutkan atas praktik pemerasan berunsur pornografi yang bermodus foto pria tampan. Ia menyebut sekitar 95 persen warga binaan diperintahkan memeras untuk menghasilkan uang.
"Kalau tidak mau ya dipukuli, jadi kebanyakan dari napi dan tahanan tidak ada pilihan lain kecuali begini. Saya sudah melakukan modus itu pada sejumlah korban dan ditangkap pada Maret 2018 oleh Satreskrim Polrestabes Bandung," kata G di Markas Polrestabes Bandung, Rabu, 11 April 2018.
8. Seribu Lebih Napi Terlibat
G menyebutkan, sekitar 1.200 warga binaan terlibat praktik pemerasan itu. Menurutnya, setiap orang ditargetkan menghasilkan Rp 10 juta dari para korbannya. Sudah ratusan juta dihasilkan lewat praktik pemerasan yang berlangsung sejak dua tahun lalu itu.
G mengatakan, setelah uang ditransfer oleh korban, ada pihak luar yang mengambil uang tersebut dari bank dan ATM. Lalu, uang masuk ke dalam Lapas dan selanjutnya diberikan kepada para napi yang bekerja. "Sistemnya kita gaji, per minggu Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta," ucap dia.