Liputan6.com, Jakarta - Tangis terdakwa korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, pecah saat menyampaikan ucapan permintaan maaf kepada keluarga. Perisitwa itu terjadi saat ia membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Awalnya, mantan Ketua DPR itu dengan lantang membacakan poin-poin pembelaan dirinya atas tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Namun seketika, ketegarannya luruh saat menyinggung keluarga.
Advertisement
"Kepada istri dan anak-anakku izinkan saya menyampaikan permohonan maaf, kepada istri saya Deisti Astriani, Reza Herwindo, Dwinna Michaela sungguh sangat berat musibah yang menimpa keluarga kita," ujar Novanto, Jumat (13/4/2018).
Kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya, bergegas memberikan minum lantaran beberapa saat Novanto tak mampu melanjutkan permintaan maafnya kepada keluarga.
Ia juga meminta agar Majelis Hakim memberi perintah untuk membuat pengajuan pembukaan blokir terhadap sejumlah aset, baik atas nama dirinya sendiri, anak-anaknya, ataupun sang istri. Ia menegaskan pemblokiran tersebut tidak berkaitan dengan kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.
"Aset, tabungan giro baik atas nama saya Reza, Dwina, agar dapat dicabut pemblokirannya karena fakta persidangan tidak berkaitan dengan kasus ini," ucap Novanto.
Dituntut 16 Tahun Penjara
Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar atas tindakan korupsi proyek e-KTP. Jaksa penuntut umum KPK menyatakan, dari proyek tersebut Novanto memperkaya diri sendiri senilai 7,3 juta dolar Amerika, hingga akhirnya negara dirugikan Rp 2,9 triliun.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa Novanto telah mengembalikan uang Rp 5 miliar kepada KPK. Namun, dia berkukuh tidak terkait dengan kongkalikong proyek e-KTP.
Berdasarkan fakta persidangan, JPU menyatakan pasal 3 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1, tepat dikenakan kepada terdakwa. Pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan wewenang.
Reporter : Yunita Amalia
Sumber : Merdeka.com
Advertisement