Liputan6.com, Jakarta - Kelompok masyarakat sipil atau aktivis Myanmar menyambut baik komitmen CEO Facebook, Mark Zuckerberg, untuk menangani ujaran kebencian dalam waktu 24 jam, sebagai bagian dari upaya melawan pesan yang memicu kekerasan. Namun, aktivis Myanmar juga mendesak Facebook untuk menambah sumber daya di negara tersebut.
Komitmen Zuckerberg itu disampaikannya saat memberikan penjelasan tentang penyalahgunaan data pengguna kepada Kongress Amerika Serikat (AS) pada Selasa (10/4/2018) waktu setempat. Selain kasus Cambridge Analytica (CA), Zuckerberg juga dimintai keterangan tentang interfensi saat Pemilu dan ujaran kebencian di Facebook.
Facebook sendiri dituding tidak maksimal menyortir ujaran kebencian yang beredar di Myanmar. Aktivis Myanmar pun menunggu realisasi dari komitmen terbaru Zuckerberg.
Baca Juga
Advertisement
Melalui sebuah email, perwakilan kelompok aktivis Myanmar memuji batas waktu 24 jam sebagai momen "bersejarah". Namun, Facebook tetap dinilai gagal mengatur mekanisme efektif untuk mendeteksi dan menghapus unggahan yang mengancam di negara tersebut.
"Ini adalah komitmen bersejarah dari Facebook dengan waktu peninjauan hingga 24 jam dan ini sesuatu yang kami minta," ungkap analis media sosial yang berbasis di Yangon, Myanmar, Victoire Rio, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (15/4/2018).
Kendati demikian, Rio menegaskan kelompok aktivis Myanmar akan terus memantau Facebook. Ia sendiri tak tahu rincian email antara Zuckerberg dan kelompok aktivis Myanmar, terkait keefektifan Facebook mengatasi ujaran kebencian.
"Masih belum jelas bagaimana mereka mendemontrasikan agar dapat memenuhi target tersebut. Kami akan terus memantau mereka," tutur Rio.
Facebook Tingkatkan Upaya Mengatasi Ujaran Kebencian
Zuckerberg saat "disidang" selama lima oleh Kongres AS, mengatakan bahwa apa yang terjadi di Myanmar merupakan tragedi yang mengerikan. Ia mengklaim, Facebook akan melakukan lebih banyak hal untuk mencegah ujaran kebencian bertebaran di layanannya.
Diungkapkan suami Priscilla Chan itu, Facebook telah merekrut banyak orang yang fasih berbahasa Burma agar lebih mudah menghapus konten-konten terlarang.
"Sulit untuk melakukannya tanpa orang-orang yang bisa berbahasa lokal dan kami perlu meningkatkan upaya kami untuk hal tersebut secara dramatis," tuturnya. Zuckerberg juga meminta bantuan kelompok aktivis setempat untuk membantu mengidentifikasi konten yang harus diblokir.
Ia juga mengatakan, tim Facebook akan membuat sejumlah perubahan di Myanmar, dan negara-negara lain yang menghadapi konflik etnis.
Jes Petersen yang membantu Facebook menerjemahkan standar komunitas ke bahasa Burma, menilai layanan tersebut akan membutuhkan usaha besar untuk dapat merealisasikan komitmen Zuckerberg.
"Menarik untuk melihat bagaimana Facebook memenuhi komitmen 24 jam mereka, tapi ekspansi besar-besaran staf yang bisa berbahasa Burma akan sangat dibutuhkan," ungkapnya.
Advertisement
Aktivis Myanmar Kritik Facebook
Sebelumnya, sebuah konsorsium kelompok masyarakat sipil, Hak Asasi Kemanusiaan (HAM) dan pemantauan di Myanmar mengkritik respons Zuckerberg beberapa waktu lalu, dalam menghentikan ujaran kebencian. Facebook dinilai gagal bertindak cukup cepat untuk membatasi pesan-pesan berbahaya yang memicu kekerasan di negara tersebut.
Mereka menyampaikan kritiknya dalam sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Zuckerberg. Konsorsium yang terdiri dari enam organisasi itu menuduh Facebook kekurangan mekanisme layak untuk mengatasi masalah darurat.
"Kami mengidentifikasi sejumlah pesan dan mengeskalasinya kepada tim Anda melalui email pada Sabtu, 9 September, waktu Myanmar. Saat itu, pesan itu sudah beredar selama tiga hari," tulis kelompok aktivitas tersebut.
Pesan berisi ujaran kebencian tersebut diungkapkan oleh Zuckerberg pada awal pekan ini. Menurut keterangannya, sistem Facebook mendeteksi sepasang surat berantai di Myanmar di dalam layanan Facebook Messenger pada tahun lalu. Salah satu pesan berisi peringatan serangan oleh muslim pada 11 September 2017.
Dalam sebuah pesan lain, tertulis bahwa Rohingya -disebut dalam istilah rasis Kalar- berencana melakukan jihad pada 11 September 2017. Pesan ini disebar oleh ratusan ribu penduduk di Myanmar, dengan imbauan kepada penerima untuk meneruskannya kepada teman dan keluarga.
Pada saat bersamaan, juga terdapat sejumlah pesan menargetkan komunitas muslim. "Pada 11 September di Yangon, MaBaTha dan nasional ekstremis akan berkolaborasi dan mereka akan meluncurkan sebuah gerakan antikalar," demikian isi pesannya.
Kelompok aktivitas Myanmar menilai Facebook gagal menghentikan penyebaran pesan-pesan tersebut. "Jauh dari dihentikan, pesan-pesan itu menyebar dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, menjangkau seluruh negeri dan menyebabkan ketakutan meluas dan memicu sedikitnya tiga insiden kekerasan," jelas mereka dalam surat terbukanya.
(Din/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: