Liputan6.com, Jakarta Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) terus mengeluarkan kebijakan baru untuk mengurangi kemacetan di ruas tol Jakarta dan sekitarnya. Salah satu faktor yang mendasari karena jalan arteri bukan pilihan bagi pengguna tol untuk beralih rute lalu lintas.
Kepala BPTJ Bambang Prihartono memaparkan, kondisi kepadatan lalu lintas di jalan tol dan non-tol saat ini sudah mencapai titik jenuh, atau sudah menyentuh Volume, Capacity, Ratio (VCR) pada angka 1.
Advertisement
"Pemerintah beri fokus terhadap jalan tol karena selama ini jalan tollah yang diminati masyarakat. Itu terbukti saat kita menetapkan tiga kebijakan di tol Japek (Jakarta-Cikampek). Pada kali ini, kami ingin sampaikan ada paket kebijakan baru di Tol Jagorawi dan Tol Jakarta-Tangerang," ujar dia di Kantor Pusat Jasa Marga, Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Adapun paket aturan baru yang akan diimplementasikan pada kedua ruas tol yang Bambang sebutkan sebelumnya, didasari tren positif arus lalu lintas Tol Japek setelah kebijakan yang dikeluarkan BPTJ sukses berlaku.
"Evaluasi tol Japek di Bekasi dan Cawang pada pukul 06.00-09.00 itu ada penurunan. Bahkan pukul 07.00 sudah 0,5 jarak tempuhnya," ungkap dia.
Dia juga turut mencermati satu fakta menarik lewat hasil survei yang dilakukan BPTJ, yakni bahwa jalan arteri maupun jalan alternatif bukanlah pilihan utama pengguna tol untuk beralih rute menuju tempat tujuannya.
"Yang menarik adalah, jalan arteri atau alternatif ini bukan jadi solusi bagi pengguna jalan tol. Sebab, jalan arteri dan alternatif bukan pilihan utama. Keberhasilan (penerapan kebijakan di Tol Japek) itulah yang jadi latar belakang kita terapkan aturan baru di Tol Jagorawi dan Jakarta-Tangerang," terang dia.
Faktor Selanjutnya
Bambang pun menjelaskan, ada faktor lain yang mendasari BPTJ untuk mengeluarkan kebijakan baru di ruas Tol Jagorawi dan Tol Jakarta-Tangerang.
Alasan itu adalah Kota Jakarta yang akan menjadi tuan rumah perhelatan Asian Games 2018 pada Agustus mendatang.
Dia menyebutkan, pihak panitia ajang olahraga terbesar se-Asia itu menyatakan, kendala Jakarta sebagai tuan rumah bukanlah soal pengadaan prasarana pertandingan, melainkan terkait sarana penunjang transportasi.
"Oleh Panitia Asian Games dikatakan, yang jadi masalah bukan prasarana pertandingan, itu bisa memenuhi target. Tapi masalah terbesarnya adalah transportasi. Panitia bilang, point to point tidak boleh lebih dari tiga jam," dia memungkasi.
Advertisement