Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, menilai penerapan pasal pembunuhan bagi pengoplos miras sudah tepat. Unsur pembunuhan, menurut dia, terpenuhi.
"Pengoplos miras sehingga dijual kepada masyarakat sudah tahu kandungannya bisa mematikan dan ternyata dijual, itu artinya ada unsur sengaja melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan matinya orang," kata Muzakir saat dihubungi via telepon, Jumat (13/4/2018).
Advertisement
Sebanyak 89 nyawa melayang akibat menengak miras oplosan di wilayah hukum Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Barat. Polri mengkaji penerapan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan kepada para peracik miras oplosan tersebut.
Selain Pasal 340, menurut Mudzakir, pengoplos miras juga bisa dikenai Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman pidananya maksimal 15 tahun.
"Maka hubungan kausalitas dengan kematian itu disebut dengan kesengajaan, sebagai kemungkinan, maka pelaku pengoplosan dikatakan sebagai pembunuhan, dan menurut saya ini 338," dia menambahkan.
Muzakir berpendapat, selain pengoplos, peran penjual juga berkontribusi dalam jatuhnya korban jiwa. Jika terbukti penjual mengetahui dan adanya hubungan timbal balik, maka keduanya dapat disandung dengan pasal serupa.
"Kita ngomongnya mereka kena pasal pembunuhan, kalau dia penjual konspirasi dengan pengoplos miras, berarti mereka adalah disebut bersama melakukan tindak pidana pembunuhan," terang Muzakir.
Sikap Polri
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Muhammad Iqbal mengatakan, polisi tengah mengkaji kemungkinan menjerat tersangka kasus miras oplosan, dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Karenanya, mereka dapat dipidana dengan ancaman hukuman seumur hidup.
"Polisi akan mengkaji apakah ada konstruksi pasal perencanaan pembunuhan dalam hal ini," ujar Iqbal di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Rabu, 11 April 2018.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement