Liputan6.com, Jakarta - Kementerian BUMN angkat bicara mengenai penetapan PT Nindya Karya (Persero) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN 2004-2011 oleh KPK.
Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Kementerian BUMN, Ahmad Bambang, menjelaskan, kasus yang menjerat Nindya Karya adalah kasus peninggalan dari manajemen lama. Oleh sebab itu, ia belum bisa berbicara banyak mengenai penetapan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Bambang melanjutkan, saat ini untuk mengurangi risiko korupsi, Kementerian BUMN menerapkan standar Good Corporate Governance (GCG) yang tinggi. "Kementerian BUMN sekarang mengharuskan skor GCG yang bagus karena ingin semua transparan mengikuti kaidah bisnis yang benar," jelas dia kepada Liputan6.com, Sabtu (14/4/2018).
Mengenai bagaimana langkah Kementerian BUMN menghadapi kasus ini, Bambang belum bisa banyak berkomentar. "Saya belum bisa komentar banyak karena saya tidak tahu masalahnya secara detail. Kita ikuti saja prosesnya," tutur dia.
Untuk diketahui, KPK menetapkan dua korporasi, yaitu Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN tahun 2004-2011.
Penetapan dua korporasi tersebut merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dengan para tersangka dalam kasus yang sama. Diduga dua korporasi tersebut melakukan penyimpangan dalam pengerjaan proyek.
Blokir Rekening
"Setelah KPK melakukan proses pengumpulan informasi dan data, termasuk permintaan keterangan dari sejumlah pihak, dan terpenuhi bukti permulaan yang cukup, maka KPK melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka, PT NK (PT Nindya Karya) dan PT TS (Tuah Sejati)," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif Jumat kemarin.
Ia mengatakan, dua korporasi tersebut melalui mantan Ketua PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh Heru Sulaksono diduga telah menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
Menurut dia, nilai proyek dalam kasus ini sekitar Rp 793 miliar dengan total kerugian negara Rp 313 miliar.
"Dugaan penyimpangan secara umum berupa, penunjukan langsung, Nindya Sejati Join Operation sejak awal diarahkan sebagai pemenang pelaksana pembangunan, rekayasa dalam penyusunan HPS dan penggelembungan harga, serta adanya kesalahan prosedur," tutur Syarif.
PT Nindya Karya diduga menerima laba sebesar Rp 44,68 miliar sementara PT Tuah Sejati menerima laba sebesar Rp 49,9 miliar. Dalam kasus ini, KPK sendiri telah memblokir rekening PT Nindya Karya.
Atas perbuatannya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement