Serangan Udara Amerika Serikat Cs ke Suriah Tak Bikin Presiden Assad Gentar

Suriah mengklaim berhasil menembak jatuh rudal-rudal yang diluncurkan Amerika Serikat Cs.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 15 Apr 2018, 08:24 WIB
Langit ibu kota Damaskus terang menyala menyusul serangan udara koalisi negara Barat di Suriah, Sabtu (14/4). Presiden AS Donald Trump memerintahkan serangan rudal di Suriah sebagai pembalasan atas dugaan serangan kimia di negeri itu. (AP/Hassan Ammar)

Liputan6.com, Damaskus - Ketika langit Damaskus dihujani rudal yang diluncurkan Amerika Serikat dan sekutunya pada Sabtu dini hari, syok melanda ibu kota Suriah itu. Mendengar sejumlah ledakan dan menyaksikan sistem pertahanan udara Suriah ditembakkan, banyak orang menduga intervensi besar-besaran yang dipimpin Negeri Paman Sam tengah berlangsung.

"Ini bukan pertempuran biasa yang terjadi pada malam hari di Damaskus. Ini sesuatu yang jauh lebih besar," ujar seorang wartawan kelahiran Suriah, Danny Makki dari rumahnya di Damaskus, seperti Liputan6.com kutip dari CNN, Minggu (15/4/2018).

Usai serangan, langit cerah dan fajar kembali merekah. Sebagian berpendapat, Amerika Serikat dan sekutunya "menyalak", namun gigitannya dirasa kurang.

Militer Suriah mengklaim, Amerika Serikat bersama dengan Inggris dan Prancis menembakkan sekitar 110 rudal, namun yang mencapai target hanya sedikit. Pihak Suriah mengaku bahwa "sistem pertahanannya dihadapkan dengan kompetensi tinggi, agresi rudal dan menembak jatuh sebagian besar dari mereka".

Pentagon membantah klaim Suriah tersebut. Mereka menegaskan bahwa serangan "berhasil memukul setiap sasaran".

Gambar yang diposting di berbagai akun media sosial pro-Assad menunjukkan, para tentara Suriah berdiri di samping apa yang mereka klaim sebagai sisa rudal jelajah Amerika Serikat. Hal ini membuat banyak orang meyakini bahwa serangan udara tersebut tidak melemahkan rezim Bashar al-Assad.

Klaim bahwa rudal-rudal Amerika Serikat dan sekutunya berhasil dihancurkan juga datang dari Rusia, sekutu utama rezim Assad. Pejabat Rusia, Kolonel Jenderal Sergei Rudskoi mengatakan, senjata-senjata Suriah yang merupakan buatan negaranya telah menangkis serangan Amerika Serikat dan sekutunya.

Sementara itu, di tengah hiruk pikuk serangan rudal, Presiden Assad tetap "bertugas seperti biasa". Video yang diposting di laman Twitter Kepresidenan Suriah menunjukkan, Assad berjalan santai menyusuri lorong yang diduga kuat adalah ruang kerjanya di istana kepresidenan. Tak lupa, ia menenteng tas kerja.

Pernyataan yang dinilai menantang pun dirilis Assad, "Agresi ini hanya akan meningkatkan tekad Suriah dan rakyatnya, untuk terus berjuang dan menghancurkan terorisme di setiap inci wilayah kami".

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


'Hewan Pembunuh dengan Gas'

Langit ibu kota Damaskus terang menyala menyusul serangan koalisi negara Barat di Suriah, Sabtu (14/4). Pemerintah AS, Inggris, dan Prancis akhirnya memutuskan untuk melakukan serangan militer terhadap rezim Bashar al-Assad. (Handout/STR/SANA/AFP)

Indikasi serangan terhadap Suriah telah ditunjukkan Donald Trump sejak beberapa hari lalu. Orang nomor satu di Amerika Serikat itu mengecam Assad atas dugaan serangan senjata kimia di Douma. Dalam sebuah twit, ia menjuluki Assad, "Gas Killing Animal".

Serangan senjata kimia tersebut diduga terjadi pada 7 April 2018. Douma sendiri, merupakan wilayah yang dikuasai pemberontak. Sumber dari oposisi menyebutkan, serangan senjata kimia itu menewaskan lebih dari 40 orang dan mengenai ratusan lainnya.

Bersama sekutunya, Inggris dan Prancis, Amerika Serikat menyatakan memiliki bukti bahwa serangan senjata kimia tersebut dilakukan oleh rezim Assad. Namun, klaim tersebut dibantah oleh Assad dan mitra setianya, Rusia.

Pernyataan-pernyataan keras Donald Trump dan kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi pasca-insiden tersebut dikabarkan memicu ketakutan yang tersebar luas di kalangan pendukung Assad bahwa Amerika Serikat akan melancarkan intervensi besar. Mereka khawatir intervensi tersebut akan membalikkan prestasi militer Suriah dalam beberapa tahun terakhir, atau bahkan menargetkan Assad secara langsung.

Namun, yang terjadi pasca-serangan udara Amerika Serikat dan sekutunya, ratusan orang turun ke jalan-jalan di Damaskus.

"Suriah bersuka cita! Kemustahilan bagi mentalitas Eropa! Tapi di sini, di Suriah, semuanya akan baik-baik saja," ungkap jurnalis Rusia yang berada di Damaskus, Aleksandr Karchenko dalam status Facebook.

Para pendukung Assad dan militer Suriah disebut-sebut lebih melihat serangan Amerika Serikat dan sekutunya sebagai simbolis dibanding "perubahan taktik". Intervensi ini juga dinilai tidak akan mengubah momentum dukungan terhadap Assad dalam perang saudara yang telah berkecamuk tujuh tahun.

Setelah mengutuk serangan udara Amerika Serikat, Kementerian Luar Negeri Suriah merilis pernyataan yang menjanjikan, Damaskus akan terus melanjutkan kampanye militer melawan oposisi atau yang mereka sebut sebagai takfiri atau ekstremis.

"Serangan yang dipimpin Amerika Serikat, tidak akan memengaruhi tekad dan kehendak rakyat Suriah dan angkatan bersenjata untuk terus memburu sisa-sisa teroris takfiri dan membela kedaulatan Suriah," sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Suriah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya