Permintaan China Berkurang, Ekspor Batu Bara RI Turun di Kuartal I

Kementerian ESDM mencatat ekspor batu bara selama periode Januari hingga Maret 2018 mengalami penurunan. Jadi berapa?

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 16 Apr 2018, 10:15 WIB
Batu Bara (Foto: Liputan6.com/Abelda Gunawan))

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat ekspor batu bara selama periode Januari hingga Maret 2018 mengalami penurunan. Hal tersebut dipengaruhi oleh merosotnya permintaan dari luar negeri, terutama China yang menjadi salah satu konsumen batu bara Indonesia. 

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, total produksi batu bara Indonesia sepanjang tiga bulan pertama ini mencapai 69,33 juta ton. Sementara realisasi produksi tersebut lebih rendah dibanding periode yang sama pada tahun lalu 74,73 juta ton.

"Produksi batu bara untuk Januari sampai Maret 2018 turun 7 persen dibanding Januari sampai Maret 2017," ‎kata Agung, di Jakarta, Senin (16/4/2018).

Selain produksi, ekspor batu bara ‎pada kuartal I-2018 pun mengalami penurunan. Tercatat, sepanjang periode tersebut, ekspor batu bara sebesar 50,78 juta ton atau 10 persen lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar 55,73 juta ton. 

"Penurunan ekspor batu bara ini menyesuaikan permintaan batu bara dari negara lain. Khususnya China yang menjadi konsumen batu bara Indonesia setelah musim dingin berakhir," ujar Agung. 

Tak sejalan dengan produksi dan ekspor, pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri justru mengalami kenaikan. Pada periode Januari sampai Maret 2018, pasokan batu bara domestik mencapai 21,94 juta ton atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu sebesar 21,50 juta ton.

"Pasokan batu bara domestik sudah 102 persen dari target u‎ntuk periode Januari-Maret 2018. Realisasinya naik 2 persen dibanding tahun lalu," tandas Agung. 


Harga Batu Bara Dipatok US$ 70 per Ton, Tarif Listrik Dijamin Tak Naik

Ilustrasi Tarif Listrik 3 (Liputan6.com/M.Iqbal)

PT PLN (Persero) menyatakan penetapan kebijakan harga batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) sangat membantu dalam menjaga tarif listrik di dalam negeri. Dengan kebijakan ini, perusahaan berkomitmen mendukung keinginan pemerintah untuk menjaga tarif listrik tidak naik hingga 2019.

Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, penetapan DMO ini bukan hanya memberikan kepastian soal suplai batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik, tetapi juga terkait dengan kepastian harganya.‎

"Ini legacy pertama kali, ada DMO tidak hanya suplai produk, tapi juga security harga. Yang jelas harga itu bagi PLN sangat membantu dan semoga tarif listrik tidak naik, dan Insya Allah tidak naik," ujar dia di Kantor Pusat PLN, Jakarta, pada 28 Maret 2018. 

Sarwono mengungkapkan, hingga saat ini batu bara merupakan bahan bakar utama dari pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia. Kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik diperkirakan mencapai 90 juta ton per tahun.

"Kalau batu bara begini, tahun ini saya kira 89 juta-90 juta ton. Berapa persen dari semua energi? Sekitar 55 persen," kata dia.‎

Selain itu, lanjut Sarwono, dengan adanya kebijakan DMO ini juga diyakini akan membuat keuangan perusahaan menjadi lebih baik. Namun juga berharap harga komoditas bahan bakar lain, seperti minyak mentah juga tetap stabil.

"P‎LN ini tidak bisa bicara detail lagi karena harga ini digerakkan faktor lain. Jadi usaha kami seoptimal mungkin kami lakukan efisiensi. Paling tidak, kami harus mengatakan terima kasih dengan harga batu bara yang dipatok maksimal US$ 70 sangat membantu," tandas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya