Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan menyerahkan 100 persen hak kelola delapan blok minyak dan gas bumi (migas) kepada PT Pertamina. Delapan blok migas tersebut yang kontraknya segera berakhir (terminasi).
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi mengakui, proses penyerahan hak kelola delapan blok migas terminasi tersebut dilakukan cukup lama yaitu sejak November 2016. Hal ini karena menghadapi blok migas yang kontraknya habis bersamaan cukup banyak. Pemerintah juga mempertimbangkan model bisnis tepat untuk mengelola blok migas tersebut. Amien menambahkan, sejak 2017 sudah dipertimbangkan untuk menyerahkan delapan wilayah kerja blok migas itu kepada Pertamina.
"Kementerian ESDM pada Jumat kemarin sudah memutuskan delapan blok migas (terminasi) 100 persen interest kepada Pertamina,” ujar Amien, seperti ditulis Selasa (17/4/2018).
Baca Juga
Advertisement
Ia menuturkan, ada sejumlah faktor pertimbangan untuk memutuskan penyerahan hak kelola delapan blok migas itu kepada Pertamina. Pertama, membantu keuangan Pertamina seiring harga minyak dunia naik signifikan. Di sisi lain, harga bahan bakar minyak (BBM) khususnya Premium belum naik.
Kedua, mempercepat proses negosiasi yang sudah berlangsung sejak November 2016. Hal itu agar pelaksanaan bisnis dapat dilakukan apalagi Pertamina juga membutuhkan produksi minyak dari delapan blok migas terminasi tersebut.
Amien menambahkan, Pertamina memang akan menjadi operator dari delapan blok migas tersebut. Namun, pemerintah juga menyerahkan kepada Pertamina bila ada pihak yang juga tertarik untuk mengelola delapan blok migas tersebut."Bagi pihak yang tertarik ingin joint diskusi dengan Pertamina secara business to business,” ujar Amien.
Amien menuturkan, Pertamina juga diwajibkan untuk menyerahkan hak kelola 10 persen kepada pemerintah daerah (Pemda). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 persen pada wilayah kerja minyak dan gas bumi.
Amien mengatakan, pemerintah daerah lewat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tidak perlu mengeluarkan dana untuk ambil alih. "Ini dapat bagian net share. Jadi net share untuk cicil 10 persen hak kelola. Sebagian bisa diambil cicil harga hak kelola dan sebagian bisa diambil untuk BUMD tersebut,” kata dia.
Selain itu, Amien menuturkan, pemakaian skema gross split akan bertambah lewat delapan wilayah kerja blok migas terminas ini. “Delapan wilayah kerja blok migas ini pakai gross split. Koleksi gross split bertambah,” ujar Amien.
Sementara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto menilai, Pertamina tidak akan terbebani dengan penyerahan 100 persen hak kelola blok migas tersebut kepada Pertamina. PT Pertamina (Perseroan) dapat kembalikan ke pemerintah dan pemerintah bisa lelang.
"Saya rasa tidak berbebani. Pertamina bisa kasih pemerintah dan pemerintah bisa lelang," kata Djoko.
Seperti diketahui, delapan blok migas terminasi tersebut adalah, Blok Ogan Komering, Tuban, South East Sumatera, Sanga-Sanga, East Kalimantan, Attaka, Tengah, dan North Sumatera Offshore.
Total produksi siap jual (lifting) migas di delapan blok migas mencapai 123.778 BOEPD. Komposisinya antara lain lifting minyak sebesar 68.599 BOPD dan lifting gas sebesar 306 MMSCFD.
Pertamina Minta Teken Kontrak Blok Terminasi Diundur Dua Bulan
Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengundur penandatanganan kontrak kerja sama Production Sharing Contract/PSC) delapan wilayah kerja (wk) atau blok minyak dan gas bumi (migas) terminasi yang diserahkan ke PT Pertamina (Persero).
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, instansinya berencana menandatangani PSC delapan blok migas terminasi pada pekan lalu. Namun, Pertamina selaku pengemban tugas meminta diundur menjadi dua bulan ke depan.
"Ya saya maunya tandatangan minggu lalu. Pertamina minta waktu dua bulan," kata Jonan, di kawasan Kuningan Jakarta, Rabu 10 April 2018.
Menurut Ignasius Jonan, pemerintah memberikan keleluasaan ke Pertamina untuk bermitra dengan kontraktor lain dalam mengelola delapan blok terminasi tersebut. Adanya mitra dalam pengelolaan delapan blok terminasi berdasarkan permintaan Pertamina.
"Kalau peralihan hak partisipasi itu kan bebas saja ya. Kita tidak bisa kendalikan, pertanyaannya mungkin kenapa Pertamina harus ada mitra? Lho suratnya Pertamina sendiri yang minta ada mitra," tuturnya.
Jonan melanjutkan, mitra tersebut harus membayar hak partisipasi dalam mengelola blok migas terminasi. Dia pun berpesan ke Pertamina untuk tidak menjual penugasannya dalam mengelola delapan blok terminasi, sehingga perusahaan tersebut tetap menjadi bagian pengelola blok terminasi.
"Yang saya pesan begini ke Pertamina, tidak boleh menjual penugasan itu untuk mendapat cash di depan. Kalau mau itu diatur dengan mitranya bagaimana, cash call-nya pertama siapa, mitranya nanggung apa, dan sebagainya. Kalau kita kasih penugasan dan kemudian dijual oleh Pertamina, masa begitu tujuannya, kan lucu," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement