Liputan6.com, Jakarta - Direktur Operasional dan Sistem Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fithri Hadi mengimbau masyarakat yang ingin atau yang sudah bekerja di bidang perbankan, terlebih menjadi teller, tidak perlu khawatir terhadap pengaruh digitalisasi pada perbankan.
Terkait masalah perkembangan teknologi digital akan mengubah lingkup pekerjaan teller menjadi digital, Fithri Hadi mengatakan sekarang ini pasar tidak serta-merta menghilangkan yang lama. Menurut dia, yang akan terjadi adalah padu-padan antara yang lama dengan yang baru.
Baca Juga
Advertisement
"Pasti ada konsumen yang preferensinya masih yang lama, masih trust dengan ketemu orang. Itu tidak bisa dihilangkan, terutama yang masih melihat kelebihan dengan ketemu langsung," ujar dia saat menjadi pembicara dalam acara Inspirato Liputan6.com di SCTV Tower Lantai 8, Selasa (17/4/2018).
Menurut dia, konsumen yang sudah berusia akan lebih memilih teller karena mereka tidak mau mencoba yang baru. Sedangkan segmen muda akan memilih digital.
"Biasanya yang seperti itu (yang memilih teller) yang sudah berusia, di mana mereka tidak mau mencoba yang baru," ucapnya.
Oleh sebab itu, Fithri Hadi mengimbau agar masyarakat yang ingin atau yang sudah bekerja di perbankan, terutama menjadi teller, agar tidak perlu khawatir terhadap digitalisasi pada perbankan karena hal itu tidak akan berpengaruh.
"Jadi, jangan khawatir karena segmen pasar itu banyak. Jadi yang saya sebut tadi digital itu segmen muda, yang sudah senior tetap dengan cara lama, ketemu orang, ke teller, dan sebagainya. Jangan khawatir," tutur dia.
OJK: Kondisi Bank Syariah Nasional Terus Membaik
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, buka-bukaan kondisi terkini perbankan syariah di dalam negeri. Tentunya OJK pun telah menyusun sejumlah strategi untuuk mendongkrak industri perbankan syariah.
Wimboh mengatakan, setelah industri perbankan syariah nasional melewati tahun konsolidasi akibat aset bermasalah, kini pertumbuhannya sudah semakin membaik.
"Dapat kami sampaikan bahwa kondisi perbankan syariah yang terdiri atas 13 bank umum syariah, 21 unit usaha syariah, dan 167 BPR syariah hingga Februari 2018 menunjukkan perkembangan yang positif, baik aset maupun intermediasi mengalami peningkatan signifikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya," kata Wimboh di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (11/4/2018).
Sementara itu, katanya, sampai dengan akhir Februari 2018, aset bank-bank syariah tercatat tumbuh 20,65 persen secara year on year (YoY) menjadi Rp 429,36 triliun. Sementara pembiayaan tumbuh 14,76 persen YoY menjadi Rp 289,99 triliun.
"Sedangkan DPK (Dana Pihak Ketiga) tumbuh 16,10 persen YoY menjadi Rp 339,05 triliun," ujar Wimboh.
Di dua bulan pertama tahun ini, Wimboh mengatakan telah terjadi penambahan rekening menjadi 560 ribu rekening perbankan syariah dari Desember 2017. Hal tersebut didukung oleh meningkatnya jumlah kantor bank umum syariah, maupun unit usaha syariah.
"Pertumbuhan ini didukung oleh permodalan syariah yang tergolong baik, tecermin rasio CAR umum syariah sebesar 18,62 persen dan non-performing financing pada Februari 2018 sebesar 4,31 persen masih terjaga di bawah threshold 5 persen. Likuiditas bank syariah masih tergolong tinggi dari threshold," terangnya.
Reporter : Yayu Agustini Rahayu Achmud
Sumber : Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement