Liputan6.com, Jakarta - Hakim Tunggal H Ratmoho memutuskan penyitaan kapal pesiar atau super yacht Equanimity Cayman adalah tidak sah. Karenanya, putusan pengadilan dalam permohonan praperadilan itu mengharuskan Polri mengembalikan kapal yang sudah disita tersebut.
"Mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi yang diajukan termohon dalam pokok perkara. Mengabulkan permohonan praperadilan oleh pemohon dengan membantalkan surat penyitaan Polri tanggal 26 Febuari 2018, dan menghukum termohon untuk mengembalikan kapal persiar tersebut kepada pemohon," kata hakim Ratmoho di PN Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018).
Advertisement
Hakim menimbang, berdasar uraian yang dihadirkan dalam persidangan, pemohon yakni pengacara Equanimity Cayman Ltd, Andi Simangunsong dan tim, dapat membuktikan dalil-dalil permohonan. Sehingga, menurut hakim pantas bila permohonan pemohon untuk dikabulkan.
"Maka penyitaan oleh Polri menjadi tidak sah," jelas hakim.
Lewat pertimbangan hakim, Polri dinilai bertindak melebihi kewenangan dengan menerbitkan perkara baru. Padahal, surat diterima dari atase FBI menyatakan bahwa Polri hanya diminta melakukan operasi gabungan.
"Berdasar bukti surat kepada kepala investigasi tindakan kriminal Polri dari Joseph selaku atase hukum FBI dari Kedutaan AS, dikatakan Polri untuk melakukan operasi gabungan menyita kapal yang dibutuhkan tim FBI. Maka seharusnya Polri hanya melakukan itu saja," tandas hakim dalam amar putusan praperadilan super yacht Equanimity.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Permohonan Praperadilan
Sebelumnya, Equanimity Cayman Ltd selaku pemilik super yacht yang disita Bareskrim Polri di perairan Bali mengajukan permohonan praperadilan. Dia mempertanyakan keabsahan penyidik Bareskrim menyita kapal mewah tersebut untuk FBI.
Pengacara Equanimity Cayman Ltd, Julius Singara mempertanyakan upaya yang dilakukan Bareskrim dengan dalih membantu FBI. Apalagi kapal tersebut tidak terkait dengan kasus pidana, melainkan perkara perdata di Amerika Serikat.
"Faktanya kan tidak ada peradilan pidana di Amerika. Bahwa itu perdata," ujar Julius usai membacakan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Senin 9 April 2018.
Ia melanjutkan, kasus pidana sekalipun Bareskrim dapat melakukan penyitaan setelah mendapatkan permintaan sesuai prosedur. Salah satunya adalah mengajukan bantuan timbal balik dalam masalah pidana sebagaimana diatur dalam UU No 1 Tahun 2006.
Pengajuan tersebut harus dilayangkan melalui Kementerian Hukum dan HAM. Baru setelah itu Kemenkumham menunjuk lembaga penegak hukum, baik Polri atau Kejaksaan.
Advertisement