Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah merampungkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) atau transaksi tunai maksimal Rp 100 juta. Adanya aturan ini diharapkan mampu menekan praktik tindak pencucian uang, suap, dan korupsi.
Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Karjono mengatakan, penyusunan draf ini melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) terkait, di antaranya Kementerian Hukum dan HAM, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, serta Bank Indonesia (BI).
Baca Juga
Advertisement
"Mungkin tidak lama (rampung) karena tinggal paraf Menko Polhukam. Setelah itu masuk ke Sesneg, biasanya langsung masuk ke Pak Presiden (Jokowi), untuk diserahkan ke Ketua DPR," ujar dia di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Karjono menjelaskan, selama ini memang masih terjadi saling silang pendapat antar K/L terkait rancangan peraturannya. Terutama terkait dengan kewenangan dan batas maksimal transaksi.
"Kemarin itu ada sejumlah perbedaan pendapat. Awal mulanya mungkin besaran Rp 100 juta, kemudian kewenangan PPATK dan BI, itu tarik menarik. Kemarin ada dari Menko Perekonomian, sekarang klarifikasi dari Menko Polhukam," jelas dia.
Batas Masih Bisa Berubah
Untuk batas maksimal transaksi, lanjut Karjono, di dalam draf tertulis sebesar Rp 100 juta. Namun angka tersebut masih bisa berubah dalam pembahasan dengan DPR, termasuk terkait dengan usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta batas maksimalnya diturunkan menjadi Rp 25 juta.
"Iya Rp 100 juta dan itu sudah ada naskah kajian. Itu juga studi banding ke negara lain. Saat di kurs-kan itu nilainya Rp 100 juta. (Usulan KPK) nanti kan dibahas dengan DPR. Kan juga belum fix," kata dia.
Menurut Karjono, sebenarnya proses pembahasan RUU ini tidak akan memakan waktu lama dan bisa segera disahkan. Sebab, pasal dalam RUU tersebut hanya sebanyak 21 pasal. Namun hal tersebut kembali lagi pada keseriusan DPR untuk membahasnya.
"Tidak target (selesai). Tadi Pak Ketua DPR bilang nanti akan dibahas di Komisi III. (Lama proses pembahasan) Belum tahu, tapi kalau hanya 21 pasal kayanya tidak lama," tandas dia.
Advertisement