Liputan6.com, Jakarta: Smart phone, komputer tablet, atau game yang Anda gunakan sehari-hari bisa jadi menggunakan microchip produksi Marvell Technology Group. Perusahaan multinasional yang berpusat di Santa Clara, California, Amerika Serikat, itu didirikan oleh putra Indonesia, Sehat Sutardja, pada 1995, bersama istri, adik, dan beberapa koleganya.
Sehat Sutardja lahir dan besar di Jakarta pada 9 juli 1961. Ia tertarik dengan dunia elektronik sejak masih berusia 12 tahun. Setiap hari, berjam-jam, ia mengutak-atik barang-barang elektronik, termasuk radio transistor.
"Saya pergi ke sekitar Glodok. Saya kursus radio di sana dan belajar tentang transistor," ujar Sehat kepada tim Liputan 6 SCTV baru-baru ini.
Keingintahuannya yang besar membuatnya memilih untuk belajar teknik elekro saat duduk di bangku kuliah. Setamat dari Sekolah Menengah Atas Kanisius Jakarta. Sehat remaja berangkat ke AS untuk kuliah di Iowa State University. Selanjutnya ia menyelesaikan pendidikan hingga meraih gelar doktor dari University California of Berkeley.
Sehat kemudian dijuluki sebagai pionir semikonduktor modern karena merevolusi banyak segmen industri. Mulai dari penyimpanan data, komputasi portabel, sampai telepon. Semangatnya yang gigih dan inovatif telah mencatatkan namanya sebagai pemilik dari 260 hak paten.
Salah satu terobosan, Sehat dalam dunia bisnis adalah menyumbangkan pikirannya untuk menciptakan semikonduktor sebagai teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energi.
Saat ini, perusahaan Marvell sudah memasuki usia 16 tahun. Perkembangan bisnisnya begitu pesat. Rata-rata pendapatan Marvell per tahun tumbuh sekitar 28 persen. Selain mempekerjakan lima ribu karyawan, Marvell pun memiliki pusat desain di sejumlah negara di Asia, Eropa, dan Amerika.
Juni lalu, Sehat pulang kampung. Ia tampil di Forum Ekonomi Dunia berbagi pengalaman di almamaternya SMA Kanisus dan memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia.
Menurut ayah dua anak itu, masih banyak keinginan yang ingin diwujudkannya, termasuk memberi akses teknologi bagi semua lapisan masyarakat di dunia. "Masih banyak orang miskin di dunia, sehingga saya ingin kesenjangan antara orang kaya dan miskin bisa diminimalisir dengan memberikan akses teknologi bagi orang tidak mampu," ujarnya.(ASW/SHA)
Sehat Sutardja lahir dan besar di Jakarta pada 9 juli 1961. Ia tertarik dengan dunia elektronik sejak masih berusia 12 tahun. Setiap hari, berjam-jam, ia mengutak-atik barang-barang elektronik, termasuk radio transistor.
"Saya pergi ke sekitar Glodok. Saya kursus radio di sana dan belajar tentang transistor," ujar Sehat kepada tim Liputan 6 SCTV baru-baru ini.
Keingintahuannya yang besar membuatnya memilih untuk belajar teknik elekro saat duduk di bangku kuliah. Setamat dari Sekolah Menengah Atas Kanisius Jakarta. Sehat remaja berangkat ke AS untuk kuliah di Iowa State University. Selanjutnya ia menyelesaikan pendidikan hingga meraih gelar doktor dari University California of Berkeley.
Sehat kemudian dijuluki sebagai pionir semikonduktor modern karena merevolusi banyak segmen industri. Mulai dari penyimpanan data, komputasi portabel, sampai telepon. Semangatnya yang gigih dan inovatif telah mencatatkan namanya sebagai pemilik dari 260 hak paten.
Salah satu terobosan, Sehat dalam dunia bisnis adalah menyumbangkan pikirannya untuk menciptakan semikonduktor sebagai teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energi.
Saat ini, perusahaan Marvell sudah memasuki usia 16 tahun. Perkembangan bisnisnya begitu pesat. Rata-rata pendapatan Marvell per tahun tumbuh sekitar 28 persen. Selain mempekerjakan lima ribu karyawan, Marvell pun memiliki pusat desain di sejumlah negara di Asia, Eropa, dan Amerika.
Juni lalu, Sehat pulang kampung. Ia tampil di Forum Ekonomi Dunia berbagi pengalaman di almamaternya SMA Kanisus dan memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia.
Menurut ayah dua anak itu, masih banyak keinginan yang ingin diwujudkannya, termasuk memberi akses teknologi bagi semua lapisan masyarakat di dunia. "Masih banyak orang miskin di dunia, sehingga saya ingin kesenjangan antara orang kaya dan miskin bisa diminimalisir dengan memberikan akses teknologi bagi orang tidak mampu," ujarnya.(ASW/SHA)