Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun dalam pelaksanaannya masih menghadapi tantangan.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, tantangan pengembangan EBT tidak semua berasal dari sisi kebijakan pemerintah. Namun ada faktor lain, yaitu sistem penyaluran listrik dari pembangkit ke pengguna.
Baca Juga
Advertisement
"Apa challenges renewable energy di Indonesia? Dan kita harus jujur, apa challenges itu ada di government? Tidak semua," kata Arcandra dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Menurut Arcandra, belum digunakannya jaringan kelistrikan pintar (smart grid) di Indonesia, yang mengatur kebutuhan dan pasokan listrik dari pembangkit secara otomatis menjadi salah satu tantangan besar dalam pengembangan energi baru terbarukan saat ini.
"Termasuk the biggest challenges renewable energy di Indonesia itu belum tersedianya smart grid di Indonesia," tuturnya.
Dia melanjutkan, PT PLN (Persero) sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki tugas menyalurkan kelistrikan harus menjawab tantangan tersebut. Sehingga pengembangan EBT dapat didukung dengan kesiapan jaringan kelistrikan.
"Jadi penetration renewable energy itu masalahnya bukan semata apakah kontraknya bisa dijalankan atau tidak, banyak persoalan lain termasuk kesiapan grid-nya PT PLN (Persero) untuk menerima," tandas Arcandra.
Ingin Impor LPG Murah, Kementerian ESDM Lobi Aljazair
Pemerintah melalui Kementerian ESDM turun tangan melobi pemerintah Aljazair, agar PT Pertamina (Persero) dapat membeli Liquified Natural Gas (LPG) dengan harga murah.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, Pertamina berpeluang impor LPG dari Aljazair, dengan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) nasional Aljazair Sonatrach.
"Ada peluang yang bisa dikerjakan Pertamina di sana, dan ada kemungkinan LPG Pertamina diimpor dari Algeria (Aljazair)," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, pada 1 Maret 2018.
Arcandra menuturkan, Pemerintah Indonesia akan membantu Pertamina semaksimal mungkin dengan melobi Pemerintah Aljazair. Ini agar mendapatkan alokasi LPG sehingga bisa diimpor ke Indonesia guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Skemanya tetap bisnis to bisnis. Tapi Goverment to Goverment-nya pemerintah membantu semaksimal mungkin. Agar hubungannya bisa berjalan dengan sebagaimana harapan," tutur Arcandra.
Arcandra mengungkapkan, pemerintah melobi agar Pertamina mendapat harga LPG murah dari Aljazair, karena impor langsung dari produsen tidak melalui pihak ketiga. Untuk kapasitas LPG yang diimpor, dia belum bisa menyebutkan karena proses negosiasi yang dilakukan Pertamina dengan Sonatrach belum selesai.
"Angka impor belum ada, kita serahkan ke Pertamina. Kita dorong, agar pemerintah mereka bisa bantu kita sehingga kita bisa dapat harga yang murah," ujar dia.
Advertisement