Liputan6.com, Washington DC - Sejumlah pejabat dan personel militer Amerika Serikat, yang menerima informasi intelijen dari berbagai sumber, menyebut bahwa Tiongkok memiliki radar serta peralatan pengganggu sinyal maritim dan aviasi di Laut China Selatan.
Salah satu sumber laporan itu berasal dari personel Kapal Induk AS USS Theodore Roosevelt yang berlayar di Filipina dekat kawasan Laut China Selatan beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Advertisement
"Ketika sampai di sana, beberapa peralatan elektronik kami tidak berfungsi semestinya. Fakta itu mengindikasikan bahwa ada pihak yang ingin mengacak sinyal kami. Dan kami punya jawaban siapa yag melakukannya," ujar salah seorang perwira di USS Theodore Roosevelt, seperti dilansir Business Insider Singapore, Kamis (19/4/2018).
Kabar itu kemudian diperkuat oleh pernyataan pejabat intelijen AS yang turut mengutarakan laporan serupa kepada The Wall Street Journal.
Pejabat intelijen AS itu menyebut, peralatan pengganggu sinyal standar militer telah dipasang oleh Tiongkok di gugus Kepulauan Spratly, Laut China Selatan. Peralatan itu memiliki kapabilitas untuk mengacak dan mengintervensi sistem komunikasi alutsista militer lawan yang melintas.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Akan Meningkatkan Eskalasi?
Laporan mengenai eksistensi alat pengacak sinyal di Laut China Selatan itu belum dikonfirmasikan kembali kepada pejabat tinggi AS, China, maupun pihak-pihak terkait.
Namun, jika laporan mengenai eksistensi alat pengacak sinyal di Laut China Selatan itu benar, maka ini dinilai membuktikan bahwa Tiongkok semakin gencar memiliterisasi kawasan maritim sengketa tersebut.
Hal itu diprediksi akan semakin menebalkan perseteruan antarnegara yang terlibat dalam persengketaan -- terkhusus, bagi AS dan China.
"Peralatan semacam itu bukan sesuatu yang akan dibiarkan begitu saja oleh Amerika Serikat. Mereka (AS) pasti akan berusaha untuk merespons lewat berbagai cara," kata Omar Lamrani, analis geopolitik think-tank Stratfor.
Salah satu opsi untuk merespons hal tersebut, lanjut Lamrani, adalah dengan strategi militer.
"AS memiliki pesawat tempur yang dikhususkan mampu mengatasi alat pengganggu sinyal semacam itu. Dan saya pikir, China belum memiliki teknologi untuk menangkal aksi militer AS," jelas Lamrani.
Akan tetapi, lanjut Lamrani, jika sampai kedua negara melakukan aksi militer atas situasi itu, maka dampaknya akan semakin meningkatkan tensi seputar isu China Selatan.
Advertisement