Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo setuju dengan pembatasan transaksi uang kartal. Ia juga mendorong agar pembahasan rancangan undang-undang (RUU) itu segera rampung.
Agus berpendapat, adanya pembatasan itu bisa meminimalisasi tindak pidana korupsi. Dia mengusulkan batas maksimalnya Rp 25 juta atau Rp 50 Juta.
Advertisement
"Hampir setiap bentuk suap menggunakan uang secara cash (tunai). Ini harus dibatasi. Untuk itu kami mengusulkan Undang-Undang Pembatasan Penggunaan Uang Kartal segera dikeluarkan," kata Agus, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Dia mengatakan, berdasarkan pengalaman KPK, pengambilan uang tunai dalam jumlah besar sering kali dilakukan para pemberi suap.
"Kasus suap biasanya seperti itu. Jadi sekecil mungkin semua transaksi bisa diselesaikan melalui sistem perbankan jangan ambil uang tunai," tutur dia.
Ketika disinggung terkait adanya penolakan dari sejumlah anggota DPR, Agus akan mengajak mereka untuk berdiskusi.
"Kita lihat. Kalau bilang ganggu ekonomi, di mana? Ya kita lihat, temen- temen yang menolak itu siapa. Kita ajak bicara, alasan rasionalnya apa, ganggu ekonominya di mana, kita diskusi secara terbuka saja," ujar Ketua KPK itu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
RUU Pembatasan Uang Kartal
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menginisiasi penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK). Lewat aturan ini, transaksi tunai akan dibatasi maksimal Rp 100 juta.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pembatasan dilakukan demi memudahkan pelacakan transaksi keuangan yang mencurigakan jelang Pilkada 2018.
"Itu dengan sendirinya akan memudahkan aparat penegak hukum, PPATK dan lembaga pengawasan lain untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) maupun TPPT (Tindak Pidana Pendanaan Terorisme)," katanya.
Dia berharap, RUU tersebut dapat selesai secepatnya. Targetnya, pada akhir 2018 ini kebijakan ini sudah bisa diterapkan.
Advertisement