Pembatasan Transaksi Tunai Maksimal Rp 100 Juta Sesuai Tren Global

Bank Indonesia (BI) mendukung rencana pemerintah untuk membatasi transaksi uang kartal atau uang tunai.

oleh Merdeka.com diperbarui 19 Apr 2018, 21:07 WIB
Petugas mengecek lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Guna memenuhi kebutuhan uang tunai selama perayaan Natal dan Tahun Baru 2018, Bank Indonesia (BI) menyiapkan uang kartal sebanyak Rp 193,9 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendukung rencana pemerintah untuk membatasi transaksi uang kartal atau uang tunai. Pembatasan tersebut dalam upaya pencegahan penyuapan, korupsi, politik uang atau money politic, pencucian uang dan tindak pidana lainnya

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono mengatakan, BI secara prinsip sangat mendukung kebijakan yang tengah digodok tersebut.

"Kami sependapat. Saya kira itu himbauan yang baik mungkin konteksnya dengan pemilu dan politik," kata Erwin, di Kantor BI, Kamis (19/4/2018).

Selain itu, Erwin menilai pembatasan transaksi tunai sejalan dengan BI yang tengah gencar mengkampanyekan gerakan non tunai. "Itu juga sejalan sekali dengan kampanye yang terus digaungkan BI untuk transaksi nontunai," ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, tren global saat ini juga sudah mulai meninggalkan transaksi tunai. Dimana hampir di seluruh negara di dunia sudah mulai menerapkan transaksi nontunai.

"Lebih jauh dari itu, sesuai dengan tren global sejauh ini penggunaan transaksi nontunai. Jadi saya kira himbauan PPATK terkait pembatasan transaki dengan uang kartal, kami sependapat baik dari kepentingan bank sentral maupun dengan kondisi global." jelas dia. 

Kendati demikian, Erwin mengaku belum mau berkomentar banyak soal kebijakan tersebut. Sebab, aturannya masih dalam pembahasan di DPR. "Ini masih berjalam di DPR, jadi belum bisa banyak komentar." tutup dia.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu Achmud

Sumber: Merdeka.com


Usul PPATK

Ketua KPK Agus Rahardjo memaparkan materi saat mengikuti diskusi di gedung PPATK, Jakarta, Selasa (17/4). Diskusi tersebut membahas dimensi rancangan UU pembatasan transaksi uang kartal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly (kedua kiri) memberi pemaparan saat diskusi Dimensi RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal di gedung PPATK, Jakarta, Selasa (17/4). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merencanakan pembatasan terhadap penggunaan uang tunai dalam bertransaksi. Hal itu guna memperkuat upaya pencegahan penyuapan, korupsi, politik uang atau money politic, pencucian uang dan tindak pidana lainnya yang kian waktu terus membengkak.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pihaknya mencatat trend korupsi, penyuapan, dan kejahatan lainnya mengalami kenaikan secara signifikan. Hingga per Januari tahun 2018 ini, PPATK telah menyampaikan 4.155 Hasil Analisis (HA) kepada penyidik.

1.958 HA di antaranya terindikasi tindak pidana korupsi dan 113 HA terindikasi penyuapan dengan modus menggunakan uang tunai dalam bentuk rupiah, uang tunai dalam bentuk mata uang asing, dan cek perjalanan.

"Pemerintah berencana untuk membatasi transaksi tunai maksimal Rp 100 juta. Langkah tersebut perlu dilakukan untuk mempersempit ruang gerak pelaku melakukan tindak pidana," tutur Kiagus Ahmad pada Selasa kemarin.

Menurut Kiagus Ahmad, pelaku tindak pidana memilih untuk menggunakan transaksi tunai untuk mempersulit pelacakan sumber dana. Cara ini bisa memutus penelusuran aliran dana kepada pihak penerima.

"Operasi Tangkap Tangan yang digelar oleh penegak hukum, hampir seluruhnya melibatkan uang tunai dalam kejahatan yang dilakukan," jelas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya