Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menerbitkan aturan tentang perhitungan harga jual bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Peraturan baru tersebut menyatakan penetapan harga BBM nonsubsidi di luar avtur dan industri harus mendapatkan persetujuan pemerintah.
Selain itu, penetapan batas bawah keuntungan yang sebelumnya 5 persen juga dihapuskan, sehingga hanya ada batas atas 10 persen dari harga dasar.
Baca Juga
Advertisement
Pengamat energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, kebijakan pemerintah tentang perubahan harga BBM nonsubsidi yang harus mendapat persetujuan pemerintah, sesuai dengan amanat Mahkamah Kontitusi (MK).
Dengan digugurkannya Pasal 28 Ayat 2 dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan gas bumi (Migas) oleh MK, yang menyatakan harga BBM diserahkan mekanisme pasar. Sehingga pemerintah harus berperan dalam penetapan harga BBM.
"Sebetulnya kalau dari dulu, kalau UU Migas Pasal 28 Ayat 2 itu sudah dibatalin MK artinya apa? Harga itu penetapan oleh pemerintah," kata Pri Agung saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti dikutip Jumat (20/4/2018).
Dia pun menyayangkan, kebijakan penetapan harga tersebut baru diterapkan saat ini, setelah sekian lama badan usaha dengan bebas melakukan perubahan harga BBM nonsubsidi.
"Tapi yang terjadi harga khususnya yang nonsubsidi itukan dibiarkan ke pelaku. Sekarang di suruh lapor. Logika saya dalam konteks aturan memang begitu," ujarnya.
Meski harga BBM nonsubsidi dikontrol pemerintah, Pri Agung mengingatkan agar penetapan harganya tidak bisa di bawah harga keekonomian. Jika hal tersebut terjadi, maka harus ada subsidi untuk menanggung selisih antara harga keekonomian dengan yang ditetapkan.
"Maksud saya gini lapor enggak masalah tapi penetapanya itu harus sesuai kaidah ekonomi, kalau nonsubsidi ya harga harus nonsubsidi atau kalau pemerintah menetapkan harganya adalah di bawah keekonomian pemerintah tanggung subsidinya jangan hanya sekedar melarang tapi tidak bertanggung jawab," tandasnya.
Isi Aturan
Menteri Jonan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat atas Permen ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Dalam aturan ini, perhitungan harga jual eceran jenis BBM nonsubsidi atau umum di titik serah, untuk setiap liter ditetapkan oleh badan usaha dengan harga tertinggi ditentukan berdasarkan harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dengan margin paling tinggi 10 persen dari harga dasar. Hal tersebut merupakan bunyi Pasal 4 ayat 1.
Selanjutnya dalam ayat 2, besaran PBBKB sesuai dengan peraturan daerah provinsi setempat.
Dalam Pasal 4 ayat 3 dinyatakan, penetapan atau perubahan harga jual eceran jenis BBM Umum, yang disalurkan sendiri oleh badan usaha pemegang izin niaga minyak dan gas bumi atau penyalur BBM yang melalui stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) atau stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) ditetapkan oleh badan usaha setelah mendapatkan persetujuan Menteri ESDM.
Dalam Pasal 4 ayat 4, Menteri ESDM dapat memberikan persetujuan harga jual eceran jenis BBM Umum sebagaimana dimaksud pada 3, di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dengan mempertimbangkan situasi perekonomian, kemampuan daya beli masyarakat dan/atau ekonomi riil dan sosial masyarakat.
Advertisement