Liputan6.com, Jakarta - Kepala Satuan Tugas atau Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing, melarang agen perjalanan umrah melakukan penghimpunan dana dengan sistem cicilan dari jemaah. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya penyalahgunaan dana dari pihak agen.
"Travel umrah tidak diperbolehkan melakukan penghimpunan dan pengelolaan dana dari jemaah dengan mencicil," ujar Tongam saat memberikan paparan di Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Jumat (20/4/2018).
Baca Juga
Advertisement
"Kalau jemaah ini belum cukup uangnya, maka menabunglah di bank, bukan mencicil di travel umrah. Travel umrah bukan untuk pengelolaan dana," dia menambahkan.
Tongam juga mengimbau masyarakat tidak mudah percaya dengan agen perjalanan yang menawarkan harga murah. Sebab, Kementerian Agama (Kemenag) telah mematok biaya umrah sebesar Rp 20 juta per jemaah.
"Kementerian Agama telah menetapkan biaya umrah Rp 20 juta. Di bawah itu, jangan mudah dipercayai. Sekarang Kementerian Agama juga sudah menargetkan enam bulan setelah pendaftaran harus berangkat," jelasnya.
Reporter : Anggun P. Situmorang
Sumber : Merdeka.com
Sah, Kemenag Tetapkan Biaya Umrah Rp 20 Juta
Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah Referensi (BPIU Referensi) atau biaya umrah Rp 20 juta. Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) No 221 tahun 2018 tentang BPIU Referensi.
“KMA BPIU Referensi sudah terbit per 13 April 2018. Kini sudah ada BPIU Referensi sebesar Rp 20 juta,” kata Direktur Umrah dan Haji Kemenag, Khusus Arfi Hatim, seperti dikutip dari laman resmi Setkab di Jakarta, pada 17 April 2018.
BPIU Referensi, menurut Arfi, akan menjadi pedoman Kementerian Agama dalam melakukan pengawasan dan pengendalian kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Pengawasan yang dilakukan utamanya terkait layanan yang diberikan kepada jemaah umrah yang harus memenuhi standar pelayanan minimal.
“BPIU Referensi menjadi pedoman pengawasan, klarifikasi, sekaligus investigasi terkait harga paket umrah yang ditawarkan PPIU,” ujarnya.
Bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), lanjut Arfi, biaya umrah atau BPIU Referensi juga bisa digunakan sebagai acuan dalam menetapkan harga paket sesuai standar pelayanan minimal. Sebab, PPIU dalam menetapkan biaya umrah memang harus sesuai standar pelayanan minimal.
“Bagi masyarakat, BPIU Referensi atau biaya umrah ini berguna sebagai acuan dalam menimbang harga paket yang ditawarkan PPIU,” ucapnya.
Advertisement
Bukan Biaya Paling Murah
Biaya umrah referensi ini, lanjut Arfi, dihitung berdasarkan standar pelayanan minimal jemaah umrah di Tanah Air, dalam perjalanan, selama di Arab Saudi. Untuk transportasi, dihitung dari Bandara Soekarno-Hatta ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke Bandara Soekarno-Hatta.
“BPIU Referensi bukan biaya minimal. Jika ada PPIU yang menetapkan BPIU di bawah besaran BPIU Referensi, maka dia wajib melaporkan secara tertulis kepada Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,” jelasnya.
Arfi menegaskan, BPIU Referensi ini juga akan diintegrasikan dengan Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Sipatuh) yang sedang dikembangkan Kemenag.
“Kami minta kepada seluruh Kanwil Kemenag Provinsi dan Kankemenag Kab/Kota untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap harga dan paket yang ditawarkan PPIU dengan mempedomani KMA ini,” tandas Arfi.
Maksimal 6 Bulan
Sebelumnya melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, Kemenag juga telah mengatur bahwa paling lambat enam bulan setelah mendaftar, PPIU harus sudah memberangkatkan jemaah. Bahkan, tiga bulan sejak yang jemaah melunasi, PPIU harus memberangkatkan.
“Jadi, tidak ada lagi PPIU yang menawarkan kepada masyarakat berumrah tahun depan atau dua tahun lagi, lalu dananya digunakan untuk hal yang tidak ada urusannya dengan umrah, bisnis,” tegas Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Advertisement