Liputan6.com, Douma - Tim penyelidik dari Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) akhirnya berhasil masuk Douma, Suriah. Di kawasan yang baru saja menjadi ajang konflik itu, penyelidik berhasil mengambil sampel untuk mengetahui, apakah benar senjata kimia benar digunakan untuk membunuhi rakyat dalam insiden pada 7 April 2018 lalu.
"OPCW akan mengevaluasi situasi dan mempertimbangkan langkah-langkah di masa depan termasuk kemungkinan kunjungan lain ke Douma," kata organisasi itu, seperti dikutip dari CNN pada Minggu (22/4/2018).
Sampel akan dikirim ke sebuah laboratorium di Belanda yang sudah ditentukan oleh organisasi untuk kemudian dianalisis.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, tim tersebut menghadapi beberapa kendala dalam mencapai Douma, Suriah, yang meningkatkan kekhawatiran bahwa bahan kimia apa pun yang mungkin telah digunakan dapat hancur ketika para ahli sampai di sana. Mereka juga khawatir bukti itu dapat dimanipulasi.
Para pejabat Inggris mengatakan sekitar 75 orang tewas pada 7 April dalam serangan terhadap kubu pemberontak. AS mengatakan, mereka yakin gas klorin dan sarin jatuh di sana.
Baik Suriah dan sekutunya yang paling kuat, Rusia, menyangkal serangan kimia terjadi.
Amerika Serikat, Inggris dan Prancis telah menyalahkan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad atas serangan itu dan bersama-sama melakukan serangan udara akhir pekan lalu sebagai tanggapan.
Rusia mengklaim serangan 7 April itu "dipalsukan", atau bahkan "dipentaskan" dengan bantuan agen-agen intelijen Inggris. Inggris membantah tuduhan itu.
OPCW telah menyelidiki penggunaan bahan kimia beracun dalam perang sipil Suriah sejak 2014.
AS: Suriah dan Rusia Berusaha Hilangkan Bukti Serangan Senjata Kimia
Sebelumnya, Amerika Serikat mengklaim memiliki informasi yang dapat dipercaya bahwa Rusia dan Suriah tengah berusaha "membersihkan" lokasi dugaan terjadinya serangan senjata kimia. Hal tersebut disampaikan oleh pihak Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Heather Nauert mengatakan, tim inspektur dari Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) belum diberikan akses ke lokasi dugaan terjadinya serangan senjata kimia di Douma. Serangan dikabarkan terjadi pada 7 April 2018.
"Kami memiliki informasi kredibel yang menunjukkan bahwa para pejabat Rusia bekerja sama dengan rezim Suriah untuk menolak dan menunda tim inspektur mendapatkan akses ke Douma," ungkap Nauert seperti dikutup dari News.com.au pada Jumat, 20 April 2018.
"Para pejabat Rusia telah bekerja sama dengan rezim Suriah, kami yakini, untuk membersihkan lokasi dugaan serangan dan menghilangkan barang bukti yang memberatkan terkait penggunaan senjata kimia," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Nauert juga menegaskan kembali sikap Amerika Serikat yang meyakini bahwa Suriah bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di Douma. Menurutnya, Washington memiliki informasi yang dapat dipercaya yang menyebutkan bahwa "orang-orang di lokasi telah ditekan oleh Rusia dan Suriah untuk mengubah pengakuan mereka".
Nauert menyatakan kekhawatiran pihaknya bahwa barang bukti akan semakin "memburuk" seiring dengan penundaan pemberian akses terhadap tim investigasi. "Itu sangat memprihatinkan kami."
Advertisement