Wajahnya Dicatut Iklan Penipuan, Pria Ini Tuntut Facebook

Seorang presenter dan jurnalis asal Inggris kesal karena muncul iklan di Facebook yang menampilkan wajahnya. Parahnya lagi, iklan tersebut berisi penipuan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 25 Apr 2018, 18:30 WIB
Seorang pria membaca iklan berisi permintaan maaf di sebuah surat kabar Inggris, 25 Maret 2018. CEO Facebook Mark Zuckerberg meminta maaf terhadap skandal Cambridge Analytica menggunakan iklan di sembilan surat kabar Inggris dan AS. (Oli SCARFF/AFP)

Liputan6.com, London - Martin Lewis, seorang presenter dan jurnalis dari Inggris, berupaya menuntut Facebook karena wajahnya dicatut pada iklan investasi abal-abal di Facebook.

Dilansir Money Saving Expert, Selasa (24/4/2018), Lewis mengaku kesal karena sejak setahun belakangan wajahnya muncul di lebih dari 50 iklan abal-abal di Facebook. Sayang, protes yang ia layangkan berujung sia-sia.

"Cukup sudah. Saya sudah melawan selama setahun lebih untuk menyetop Facebook membiarkan pelaku scam memakai nama dan wajah saya untuk menipu orang-orang yang tidak paham," ujar Lewis. 

Wajah Lewis kerap muncul di iklan yang menawarkan kekayaan cepat lewat investasi dan Bitcoin. Lewis sendiri adalah pendiri Money Saving Expert, situs berita ekonomi dan bisnis.

Dampaknya, ada seorang wanita yang menjadi korban penipuan karena tertipu iklan dengan wajah Lewis. Sang korban sampai kehilangan uang sebesar 100 ribu poundsterling (sekitar Rp 1,9 miliar).

Dalam keterangan resminya, Lewis mengaku penuntutan ini bukan untuk tujuan pribadi, melainkan sebagai pelajaran agar Facebook mau mengubah kebijakan yang mereka miliki terkait pemasangan iklan.

"Harapan saya adalah penuntutan ini dapat memaksa Facebook untuk mengubah sistemnya. Upaya lain sudah tidak berhasil. Masyarakat butuh perlindungan," tambahnya.


Facebook Tidak di Atas Hukum

CEO Facebook Mark Zuckerberg memenuhi panggilan untuk bersaksi di hadapan Komite Senat Amerika Seriikat di Capitol Hill, Washington, Senin (10/4). Zuckerberg menghadap Kongres untuk memberikan kesaksian mengenai kebocoran data Facebook (AP/Carolyn Kaster)

Kuasa hukum dari Martin Lewis juga turut berkomentar tentang penuntutan ini.

"Facebook tidak di atas hukum. Mereka tidak bisa bersembunyi di luar Britania Raya dan berpikir mereka tak tersentuh," tulis Mark Lewis, kuasa hukum dari Martin Lewis.

Sang kuasa hukum tidak hanya sekadar membuat Facebook membayar ganti rugi, tapi juga berusaha menyadarkan Facebook tentang tingginya harga yang harus dibayar karena membuat hidup orang lain dalam kesulitan.


Facebook Setengah Hati Memperbaiki Diri

Logo baru Facebook (Foto: Business Insider)

Setelah terkuak banyaknya kasus yang merugikan pengguna Facebook, platform tersebut tengah berusaha memperbaiki citra dan regulasi mereka.

Sayangnya, Facebook malah berkelit dari mengikuti regulasi Uni Eropa yang digadang-gadang sebagai yang paling 'ganas' dan komprehensif di dunia.

Untuk memenuhi rencana itu, Facebook akan memindahkan pengaturan perlindungan keamanan pengguna ke luar Eropa yang awalnya berada di bawah Facebook Irlandia menuju Amerika Serikat (AS).

Hal itu dilakukan sebelum regulasi perlindungan data di Eropa (General Data Protection Regulation, GDPR) mulai diterapkan pada 25 Mei 2018.

Itu artinya, 1,5 miliar penggunanya di Afrika, Asia, Australia dan Amerika Latin tidak akan berada di bawah perlindungan GDPR.

Selama ini, pengguna Facebook di luar AS dan Kanada dketahui memang diatur melalui persyaratan layanan kantor pusat internasionalnya di Irlandia.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya