Bos Grab Indonesia Buka Suara soal Demo Ojek Online di DPR

Menurut Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, pihaknya menghargai hak setiap warga negara, termasuk para mitra pengemudi untuk menyampaikan pendapat.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 23 Apr 2018, 17:16 WIB
Pengemudi ojek online berkonvoi saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung MPR DPR, Jakarta, Senin (23/4). Polisi menyiagakan 7.000 personel mengamankan unjuk rasa pengemudi ojek online. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini, belasan ribu pengendara ojek online kembali melakukan aksi demo menuntut pemerintah membuat regulasi yang mengatur keberadaan mereka, termasuk aplikatornya. Namun, untuk kali ini, aksi demo itu dilakukan di depan Gedung DPR/MPR.

Menanggapi demo tersebut, Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, menuturkan pihaknya menghargai hak setiap warga negara, termasuk para mitra pengemudi untuk menyampaikan pendapat.

Ia mengaku pihaknya telah melaksanakan pertemuan dengan perwakilan mitra pengemudi untuk membahas hal tersebut.

"Kami sampaikan bahwa mengenai kenaikan tarif yang menjadi aspirasi mitra saat ini, Grab akan berusaha untuk mencarikan skema terbaik untuk menaikkan pendapatan mitra pengemudi Grab. Tak hanya dari sisi tarif, tapi juga melalui program-program lainnya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan para mitra," tuturnya dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (23/4/2018) di Jakarta.

Ridzki mengatakan, apabila menaikkan tarif secara signifikan justru berpotensi menurunkan jumlah permintaan penumpang, sehingga mengancam kelangsungan pendapatan ratusan ribu mitra pengemudi.

Karena itu, teknologi yang ada di dalam aplikasi Grab berupaya menyeimbangkan jumlah pengemudi dan jumlah penumpang dengan menimbang banyak parameter.

"Melalui skema tarif dinamis, mitra pengemudi mendapatkan tarif perjalanan yang lebih tinggi seiring dengan kenaikan jumlah permintaan perjalanan. Kebijakan tarif juga tak bisa dikaitkan dengan kompetitor karena area ini tak diatur. Jika kami menyepakati tarif dengan kompetitor terkait tarif itu, kami akan melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tuturnya Ridzki.

Lebih lanjut ia juga menuturkan, Grab selalu membuka jalur komunikasi dua arah secara rutin untuk menerima aspirasi, umpan balik, dan masukan dari para mitra pengemudi.

Ia juga menyarankan para mitra pengemudi untuk menggunakan jalur-jalur komunikasi yang telah disediakan dari pihak Grab untuk menyampaikan hal tersebut.


Tuntutan Pengunjuk Rasa Ojek Online di Gedung DPR

Pengemudi ojek online membentangkan spanduk aspirasi saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung MPR DPR, Jakarta, Senin (23/4). Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Yusuf mengimbau agar demonstran tertib. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sekadar informasi, pengunjuk rasa kali ini berada dari gabungan pengendara ojek online. Mereka datang ke depan Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, dengan membawa sejumlah tuntutan kepada pemerintah.

Koordinator Lapangan Unjuk Rasa Ojek Online, Anggun Wicaksono, menyampaikan mereka datang untuk menuntut pemerintah segera menertibkan peraturan perundangan sebagai payung hukum bagi kelangsungan dan pekerjaan ojek online.

"Pengakuan legal eksistensi, peranan, dan fungsi ojek online sebagai bagian dari sistem transportasi nasional," tutur Anggun di depan Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Senin (23/4/2018).

Kemudian, ucap Anggun, pengendara ojek online meminta penetapan tarif standar dengan nilai yang wajar, yaitu Rp 3 ribu sampai dengan Rp 4 ribu per kilometer. Tentunya dengan metode subsidi dari perusahaan aplikasi, agar tarif bagi penumpang tetap murah dan terjangkau.

"Kemudian perlindungan hukum dan keadilan bagi ojek online sebagai bagian dari tenaga kerja Indonesia yang mandiri," ucap dia.

Para peserta aksi pun berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, dan khususnya para pejabat Komisi V Perhubungan DPR dapat memenuhi permintaan mereka.

"Di dalam melaksanakan pekerjaan ojek online, terdapat berbagai kendala yang terkait dengan tarif manusiawi, perlindungan, dan eksistensi ojek sebagai sarana transportasi penumpang dan barang," Anggun menandaskan.


Harus Didengarkan

Pengemudi ojek online saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung MPR DPR, Jakarta, Senin (23/4). Aksi ini diikuti belasan ribu pengendara ojek online yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia (Garda). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan demo ojek online merupakan bentuk aspirasi dari masyarakat. Dia menyebut pemerintah harus dapat mendengarkan aspirasi tersebut hingga mendapatkan kesepakatan bersama.

"Kita harus mendengarkan aspirasi itu, terutama pemerintah harus bisa menyesuaikan sampai sejauh mana itu membuat win-win solution bagi semua pihak," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/4/2018).

Dia menjelaskan, saat ini memang kendaraan roda dua telah menjadi bagian dari angkutan massal. Dengan begitu, hal terpenting saat ini bagaimana para pengemudi ojek online mendapatkan pengaturan perlindungan dan patung hukum yang jelas.

"Memang roda dua itu sekarang menjadi bagian dari angkutan massal kita, ternyata juga manfaatnya sangat besar. Saya kiranya perlu dipikirkan, menurut saya harus ada aturannya. Kalau tidak ada aturan kan repot," ucap dia.

Sementara untuk tarif ojek online, kata dia, harus dilakukan koordinasi, hingga mendapatkan kesepakatan bersama.

"Jadi ini harus ada bagian yang teknislah untuk menghitung keuntungan kerugian dan sebagainya," jelas Fadli.

(Dam/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya