Liputan6.com, Kupang - Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Guru tidak pernah mengeluh meski bertugas di desa terpencil. Semangat dan niat tulus demi mencerdaskan generasi muda Indonesia terus menggelora meski jauh dari perhatian pemerintah.
Seperti dialami ibu Agustina Hoar Lekik, Kepala Sekolah SMA Swasta Fetomone, Desa Skinu, Kecamatan Toeanas, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur. Betapa tidak, selain gedung sekolah yang dipimpinnya itu mirip kandang ternak, lokasi sekolah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste itu belum tersentuh listrik, infrastruktur jalan, dan jaringan telepon.
"Sekolah ini dibuka 2017 silam, karena sebelumnya anak-anak di desa harus berjalan puluhan kilo untuk bersekolah di kecamatan lain," ujar Agustina kepada Liputan6.com, Sabtu (21/4/2018).
Baca Juga
Advertisement
Agustina mengatakan, gedung sekolah itu awalnya digunakan sebagai tempat penampungan korban banjir bandang yang melanda warga setempat pada 2010 silam.
Saat ini, jumlah siswa sebanyak 32 orang yang terdiri dari, kelas 1 sebanyak 21 siswa dan kelas 2 sebanyak 10 siswa. Sementara total guru sebanyak 32 orang, yang enam diantaranya berstatus PNS dan sisanya berstatus guru sukarela.
"Ini baru angkatan kedua, angkatan pertama hanya 10 siswa, angkatan kedua sudah mengalami peningkatan siswa," kata Agustina.
Menurut Agustina, sekolahnya sudah dilakukan uji kelayakan oleh UPTD Wilayah 1 Kupang dan Korwas Kabupaten TTS namun hingga saat ini belum ada kejelasan.
"Belum ada izin, fasilitas berupa meja dan kursi belajar siswa kami dapat sumbangan dari sekolah dasar," kata Agustina.
Salah seorang guru, Selvianus Koto mengaku secara sukarela mengabdi di sekolah itu karena merasa iba melihat anak-anak di desa itu sebelumnya berjalan kaki untuk berselolah di kecamatan lain.
Meski gedung sekolahnya sangat memprihatinkan namun siswa tetap bersemangat bersekolah. "Kami ada 26 guru sukarela di sekolah ini. Kami tidak digaji, kami sukarela mengabdi," imbuh Selvianus.
Dia berharap agar pemerintah NTT segera meyelesaikan proses izin dan uji kelayakan agar sekolahnya segera mendaapatkan bantuan pembangunan fasilitas sekolah.
Mirip Kandang Ternak
Kondisi bangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Batu Putih, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat memprihatinkan.
Konstruksi bangunan sekolah hanya beratapkan dan berdinding daun pohon gewang. Lantainya pun hanya beralas tanah.
Lokasi sekolah ini berjarak sekitar 25 kilometer arah Selatan Kota Soe, ibukota Kabupaten TTS, atau sekitar 79 kilometer arah timur dari Kota Kupang, ibukota Provinsi NTT.
Meskipun kondisi bangunan sekolah mirip kandang ternak, para guru dan siswa tetap mengikuti kegiatan belajar mengajar.
"Sekolah kami ini ada tujuh ruangan darurat sesuai dengan rombongan belajar, plus kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan baik, satu ruang guru, dan administrasi," kata Kepala SMK Batu Putih, Prahara Krislianto Kana, Kamis (5/4/2018).
Kana mengaku, meski kondisi ruangannya darurat, guru dan siswa tetap lancar melakukan aktivitas di dalam kelas termasuk saat saat hujan deras.
Sekolah itu, lanjutnya, dibangun atas kerja sama masyarakat, orangtua, siswa, dan pihak sekolah. Menurut Kana, sekolah tersebut didirikan pada tahun ajaran 2013/2014. Waktu itu, masih kelas jauh dari SMK Negeri 1 Soe (out sourching).
Pada 2015, keluarlah surat keputusan izin pendirian dan izin operasional dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) TTS.
Advertisement
Pinjam Ruangan
Sebelum menggunakan bangunan darurat itu, pihaknya meminjam ruang milik SMP Negeri Batu Putih, atas izin Bupati TTS. Setelah SMP Negeri Batu Putih menerapkan full day school pihaknya tidak bisa menggunakan ruangan di SMP itu.
"Atas kesepakatan komite, orang tua, masyarakat dan pihak sekolah, kami kemudian membangun gedung darurat pada Juli 2017 sambil menunggu pembangunan gedung secara permanen," ujarnya.
Jumlah murid saat ini sebanyak 129 orang sedangkan jumlah pendidik sebanyak 25 orang. Rincian guru sekolah itu adalah tiga orang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), satu tenaga kontrak provinsi, dan sisanya honorer.
Kana mengaku telah mengajukan proposal pembangunan sejak 2017 dan sudah diterima pihak direktorat SMK melalui bidang SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT.
"Tahun ini, pelaksanaan pembangunan sudah berjalan. Ini sesuai hasil verifikasi faktual tim survey dari Direktorat SMK. Untuk kepastian waktu, dimulai pembangunan masih menunggu info direktorat, tetapi tahun ini sudah pasti," imbuhnya.