Liputan6.com, Roma - Sorotan publik tertuju pada rematch final 1984 ketika undian Liga Champions musim ini mempertemukan AS Roma dan Liverpool pada semifinal. Namun, tidak banyak yang tahu peristiwa tragis selepas pertandingan tersebut.
Ceritanya melibatkan Agostino Di Bartolomei. Sebelum Daniele De Rossi, Francesco Totti, dan Giuseppe Giannini, Di Bartolomei adalah simbol AS Roma.
Baca Juga
Advertisement
Sebagai pria Roma sejati, dia menghabiskan 15 tahun di klub dan melakoni 308 pertandingan, menjadi kapten pada 148 kesempatan, dan mencetak 67 gol.
Memimpin tim berisi Carlo Ancelotti, Bruno Conti, Toninho Cerezo, dan Paulo Roberto Falcao, dia membantu klub kota kelahirannya memenangkan scudetto 1983, plus tiga gelar Coppa Italia (1980, 1981, 1984).
Namun, Di Bartolomei mendapat kesempatan emas untuk mengukuhkan namanya di buku sejarah ketika AS Roma tampil mengikuti final Piala Champions, cikal Liga Champions, pada 30 Mei 1984. "Inilah pertandingan terpenting dalam hidup saya," kata Di Bartolomei kala itu, dilansir Goal.
Liverpool Perusak Mimpi
Ekspektasi begitu tinggi. Terlebih pertandingan berlangsung di Stadio Olimpico. Ini juga partisipasi pertama I Giallorossi, dan hingga kini satu-satunya, pada partai puncak kompetisi paling bergengsi antarklub Eropa.
Sayang AS Roma gagal meraih kejayaan terbesar di rumah sendiri. Setelah bermain 1-1 selama 120 menit, tuan rumah ditumbangkan Liverpool 2-4 melalui adu penalti, meski Di Bartolomei sukses menunaikan tugas sebagai algojo.
Kekalahan tersebut menimbulkan luka mendalam bagi Di Bartolomei. Pada musim panas tahun yang sama, dia dilepas AS Roma ke AC Milan menyusul kedatangan Sven-Goran Eriksson di kursi pelatih. Sempat memperkuat Cesena, Di Bartolomei kemudian mengakhiri karier bersama Salernitana pada 1990.
Namun, suasana dan tantangan di klub berbeda tidak mengobati perasaannya. Depresi berat, Di Bartolomei bunuh diri dengan menembak timah panas melewati jantungnya pada 30 Mei 1994, 10 tahun setelah kekalahan dari Liverpool.
Advertisement
Alasan Bunuh Diri
Pemilihan waktu Di Bartolomei untuk mengambil nyawa sendiri membuat publik mengaitkan kekalahan melawan Liverpool. Meski bersinggungan, itu disinyalir bukan sebagai penyebab utama.
Dia ditenggarai kesulitan menyesuaikan diri dengan hidup selepas sepak bola. Di Bartolomei juga terjerat kesulitan finansial karena sejumlah bisnisnya tidak berjalan mulus, termasuk usahanya membuka sekolah sepak bola.
Sedangkan bank menolak usahanya meminjam modal. "Saya tidak melihat jalan keluar dari situasi ini," tulis Di Bartolomei dalam surat bunuh diri.
Mayoritas rekan setim Di Bartolomei di AS Roma mendatangi pemakamannya. Dalam berbagai kesempatan, Bruno Conti yakin I Giallorossi bakal mendapat kesempatan membalas Liverpool yang menggagalkan usaha mereka menggelar pesta terbesar sepanjang sejarah klub. Momen tersebut mungkin tiba musim ini.