Rupiah Tak Boleh Lewati 14.000 per Dolar AS, Ini Alasannya

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dinilai tidak terlalu mengkhawatirkan.

oleh Merdeka.com diperbarui 24 Apr 2018, 18:45 WIB
Petugas menunjukkan uang kertas rupiah di Bank BUMN, Jakarta, Selasa (17/4). Rupiah siang ini melemah dibandingkan tadi pukul 09.00 WIB di level Rp 13.771 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) terus mengalami tekanan dalam dua pekan ini. Nilai tukar rupiah hampir menyentuh level 14.000 per dolar AS yang merupakan level terlemah sejak 2016.

Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dinilai tidak terlalu mengkhawatirkan. Meskipun pelemahan tersebut sudah mendekati 14.000 per dolar AS.

"Kalau 14.000 per dolar AS no problem. Karena sebenarnya kenaikan sangat kecil sebenarnya kalau dibandingkan dengan Rp 13.800," ungkapnya di Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Meskipun demikian, pelemahan tersebut tetap mesti diwaspadai sebab berkaitan dengan psikologi pasar. Perlu menjadi perhatian, jangan sampai pelemahan rupiah ini membuat pasar panik.

"Dari sisi angka tidak (masalah), tapi yang mengkhawatirkan adalah dampak psikologisnya pada waktu 14.000 per dolar AS bagaimana tanggapan market. Kalau market-nya panik itu yang bikin bahaya," kata dia.

Karena itu, dia yakin Bank Indonesia bakal berupaya menjaga agar nilai tukar rupiah tidak terus-menerus melemah, apalagi sampai melewati batas 14.000 per dolar AS.

"Saya yakin BI berusaha untuk menahan tidak lewat dari 14.000 per dolar AS. Itu yang dilakukan Bank Indonesia dalam Minggu Minggu ini. BI akan melakukan segala upaya dengan intervensi untuk mencegah agar tidak melewati 14.000 per dolar AS," jelasnya.

"Setelah pada Minggu ini, BI akan berusaha menarik (agar) nilai tukar di sekitar Rp13.800. Sehingga itu menimbulkan keyakinan bahwa Bank Indonesia ada di pasar. Sehingga bulan depan menjelang The Fed memutuskan akan menaikan atau menahan suku bunga pasar sudah tidak panik lagi," imbuh dia.

Dia pun berpandangan bila BI menggunakan cadangan devisa untuk melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, maka posisi cadangan devisa Indonesia masih cukup aman.

Sebab, menurut dia cadangan devisa Indonesia saat ini yakni USD130 miliar masih sangat besar. Sehingga tidak akan terganggu.

"Cadangan Devisa kita sekarang ini sudah jauh sekali diatas trend selama ini. Kita punya cadangan devisa diatas USD 130 miliar ini yang tertinggi. Ini jauh diatas kebutuhan kita. Jadi misalkan seandainya berkurang USD 20 miliar (untuk untuk intervensi) pun sebenarnya no problem," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com


Rupiah Sulit Menguat Kembali

Petugas menunjukkan uang kertas rupiah di Bank BUMN, Jakarta, Selasa (17/4). Rupiah hari ini diperdagangkan dengan kisaran Rp 13.766 -Rp 13.778 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir diakibatkan oleh kondisi eksternal yang tidak menentu.

Beberapa sentimen yang menekan rupiah adalah perang dagang antar negara dan prediksi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS).

"Gonjang-ganjing belum berhenti. Sebenarnya gonjang-ganjing yang terjadi lebih banyak karena tekanan perang dagang. Kemudian ada tekanan AS akan menaikkan bunga lagi," ujar Darmin saat ditemui di Hotel Four Seasons, Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Melihat kondisi tersebut, Darmin melanjutkan, kemungkinan besar sulit untuk bisa melihat rupiah menguat kembali ke level 13.400 per dolar AS hingga 13.500 per dolar AS.

"Kalau pasar sedang bergejolak, itu selalu akan ada waktunya untuk apa, mungkin tidak kembali ke 13.500 atau 13.400 per dolar AS," katanya.

Namun demikian, Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belum yang terburuk alias presentase masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara negara lain di dunia.

"Sebenarnya kalau persentasi pelemahan itu kan kita tidak yang terburuk. Kita ya, masih banyak negara yang tajam pelemahannya. Tapi persentasenya yang dilihat. Jangan dilihat absolutnya, karena kita kursnya belasan ribu per dolar," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya