Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk mengomentari kebijakan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan selama beberapa bulan terakhir ini. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menilai bahwa BI sudah seharusnya mengubah arah kebijakan terkait dengan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate.
Perubahan tersebut sebagai respon arah kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve yang diperkirakan akan lebih agresif (hawkish) dalam menaikkan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR).
Baca Juga
Advertisement
Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo atau yang akrab disapa Tiko mengungkapkan, kenaikan FFR diprediksi akan lebih cepat dari prediksi sebelumnya pada semester II-2018, mengingat pertumbuhan ekonomi serta inflasi Amerika Serikat terus membaik.
"Kalau Indonesia secara arah tidak merespon mungkin nanti dianggap kita lagging (tertinggal). Kalau kita lagging, maka akan di sell off dari sisi bond dan ekuitasnya," kata Tiko di kantornya, Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Tiko menyatakan, jika BI tidak mereformasi arah kebijakan saat ini kemungkinan akan terjadi aliran dana keluar (outflow) dari sisi surat utang (bond), terlebih saat ini nilai tukar rupiah semakin anjlok.
"Kalau respon market tidak direspon dengan baik, maka khawatirnya akan melebar dari rupiah ke sell off di bond. Sekarang kan ekuiti, nanti kalau melebar di bond kan agak ribet," ujarnya.
Reporter : Yayu Agustini Rahayu Achmud
Sumber : Merdeka.com
Selanjutnya
Lebih jauh Tiko mengatakan saat ini pertumbuhan kredit secara nasional masih single digit, yaitu 8 persen. Jika BI mengubah arah kebijakan suku bunga acuan, maka tidak akan langsung membuat bunga kredit dan suku deposito ikut naik.
"Jadi tidak usah khawatir bahwa suku bunga kredit langsung otomatis naik, tidak akan seperti itu," ujarnya.
Selain itu, Tiko mengatakan bahwa anjloknya rupiah saat ini disebabkan memasuki periode pembayaran dividen dari korporasi pada April dan Mei, terutama korporasi yang harus membayarkan dividen dalam bentuk dolar AS. Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya dana asing yang keluar dari sisi ekuitas.
"Investor kan lihatnya arah kebijakan, jadi enggak harus responsif secara reaktif juga, tapi memang arah kebijakannya harus berubah. Artinya arah kebijakannya sudah tidak bisa lagi menurun, tapi sudah mulai naik," tandasnya.
Advertisement