Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 22 ribu hektare hutan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, dirambah. Daerah resapan air itu beralih fungsi menjadi permukiman, vila, dan pertanian.
"Sebanyak 22 ribu hektare tapi bentuknya macam-macam. Ada yang jadi perkebunan sayur dan bangunan," kata Direktur Operasi Perum Perhutani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hari Priyanto, usai penertiban vila di Megamendung, Bogor, Selasa, 24 April 2018.
Advertisement
Namun demikian, Kementerian LHK belum memiliki data riil berupa jumlah bangunan vila maupun permukiman yang berdiri di kawasan hutan lindung tersebut. Termasuk, luasan lahan yang dirambah oleh masyarakat yang dijadikan ladang perkebunan.
"Sedang kita lakukan pendataan. Secara bertahap kita akan inventarisasi berapa seluruhnya," Hari berkilah.
Menurut Hari, untuk melakukan pendataan bangunan yang disinyalir berada dalam kawasan hutan lindung harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi pelanggaran hukum.
Pendataan juga membutuhkan waktu cukup lama karena lokasinya tersebar di beberapa wilayah kecamatan.
"Kita harus hati-hati. Tidak sekadar mendata tapi juga menyelidiki status tanahnya. Apakah punya IMB atau sertifikat. Jadi prosesnya cukup panjang," kata dia.
Seperti hutan seluas 368 hektare di Blok Cisadon, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor ini. Untuk menyita aset negara yang telah dikuasai selama puluhan tahun oleh Yulius Puum Batu membutuhkan waktu cukup lama, karena harus menempuh jalur hukum.
"Prosesnya panjang. Ini saja prosesnya kurang lebih tujuh tahun," kata dia.
Namun, lahan yang berada di perbatasan Kecamatan Megamendung ini akhirnya berhasil disita kembali oleh pemerintah, setelah memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Cibinong dari Yulius selaku penggugat.
"Lahan yang sempat dikuasai ini akan kita reboisasi. Dikembalikan menjadi resapan air," ujar dia.
Baca Juga