Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat pada perdagangan hari ini setelah mengalami tekanan yang cukup dalam pada perdagangan beberapa hari sebelumnya.
Mengutip Bloomberg, Rabu (25/4/2018), rupiah dibuka di angka 13.881 per dolar AS, menguat tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.889 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.880 per dolar AS hingga 14.917 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 2,49 persen.
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.888 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.900 per dolar AS.
Rupiah mampu kembali menguat karena adanya intervensi pasar dari Bank Sentral. Indonesia merupakan negara dengan portofolio kepemilikan asing pada surat utang dan saham yang tinggi.
"Imbal hasil obligasi AS yang tinggi berdampak negatif kepada negara berkembang karena terjadi arus keluar sehingga memang perlu dicegah," jelas ekonom Mizuho Bank, Takahiko Sasaki.
Naikkan Suku Bunga
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Economic Action (ECONACT) Indonesia Ronny P Sasmita memandang, pelemahan rupiah ini harus segera ditangani secara serius oleh Bank Indonesia (BI).
Menurutnya, BI tak bisa terus-terusan menggunakan cadangan devisa untuk menahan laju pelemahan rupiah.
"Saya kira Bank Indonesia harus sudah mulai mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan, melihat sentimen ke depan masih terus berlanjut," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (25/4/2018).
Ia melanjutkan, tekanan terhadap nilai tukar rupiah biasanya juga besar saat memasuki kuartal II-2018. Penyebabnya adalah pembayaran kewajiban pemerintah ke luar negeri.
Di luar itu, sentimen yang terus menekan rupiah adalah kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (The Fed).
Ia pun bercerita, biasanya pada kuartal pertama tekanan datang dari sisi transaksi berjalan (current account). Lalu pada kuartal II tekanan akan lebih besar lagi karena ada kewajiban pembayaran utang baik pemerintah maupun wasta.
Untuk itu BI harus mulai menyiapkan strategi dari awal. "Jadi pelemahan rupiah ini masih belum selesai," tambahnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement