Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus perintangan penyidikan korupsi proyek e-KTP atas terdakwa Fredrich Yunadi diwarnai debat. Kejadian itu pun memancing teguran keras dari Ketua Majelis Hakim, Saifuddin Zuhri.
Bermula kala dokter spesialis jantung pada Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) Toyibi mengaku heran dan aneh adanya permintaan evaluasi terhadap jantung Setya Novanto, dari rekannya dokter Bimanesh Sutarjo. Sebab, pasien kecelakaan bukan ditangani oleh dokter jantung, melainkan dokter bedah atau ortopedi untuk mengetahui ada atau tidaknya cedera tulang.
Advertisement
Menanggapi keterangan Toyibi, satu dari tim kuasa hukum Fredrich Yunadi mengajukan pertanyaan yang memungkinkan adanya pemeriksaan terhadap Novanto mengingat latar belakang mantan Ketua DPR memiliki riwayat sakit jantung. Kuasa hukum menilai, permintaan Bimanesh wajar dan lumrah.
"Berdasarkan medical record pasien Setya Novanto ada pemasangan stand (ring) jika ada bunyi 'duarr' misalnya apakah jantung itu turut berpengaruh atau memiliki dampak?" tanya kuasa hukum kepada Toyibi saat hadir sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (26/4/2018).
"Justru karena sudah dipasang stand itu biar aman," jawab Toyibi.
Kedua, adanya persitegangan antara jaksa penuntut umum pada KPK dengan Fredrich Yunadi. Jaksa Takdir Suhan menilai mantan kuasa hukum Setya Novanto itu melakukan intimidasi terhadap saksi.
Dengan intonasi sedikit meninggi kepada Toyibi, Fredrich menegaskan medical record tidak boleh diberikan atau dilihat oleh siapapun tanpa kewenangan, termasuk aparat penegak hukum. Fredrich menganggap, Toyibi telah melanggar Undang-Undang Kedokteran dengan memberitahukan medical record milik Setya Novanto kepada pihak KPK.
Ia bersikukuh, Toyibi membocorkan rahasia pasien yang dilindungi Undang-Undang Kementerian Kesehatan. Di saat Fredrich menyampaikan pernyataan, Jaksa Takdir menginterupsi sikap kuasa hukum yang sempat viral atas pernyataan bakpao-nya itu.
"Saudara saksi tahu tidak medical record tidak boleh dibocorkan, penegak hukum pun harus mendapat izin dari pengadilan lebih dulu," ujar Fredrich dengan intonasi meninggi.
"Izin majelis, saksi tidak boleh diintimidasi seperti ini," ujar Jaksa Takdir.
"Saya tidak mengintimidasi, justru saya memberi tahu saksi," sambung Fredrich Yunadi.
Tidak ingin sidang diwarnai debat kusir, Hakim Saifuddin mengetok palu hakim pertanda peringatan agar kedua belah pihak menahan diri.
"Sudah cukup, cukup, cukup," ujar Hakim Saifuddin sambil mengetuk palu hakim dengan pukulan cukup kencang.
Skenario Kecelakaan
Dalam kasus ini, mantan kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi diduga melakukan upaya perintangan penyidikan, dengan menghalangi penyidik KPK memeriksa Novanto dalam perkara korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Setya Novanto mangkir setiap penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan karena diungsikan oleh Fredrich. KPK pun kemudian menetapkan Setya Novanto menjadi pihak yang dicari.
Tak berselang lama pascapenetapan orang yang dicari oleh KPK, Setya Novanto diketahui kecelakaan tunggal. Namun setelah ditelisik lebih jauh, kecelakaan diduga telah direkayasa.
Kesaksian itu diungkap oleh Bimanesh Sutarjo saat menjadi saksi untuk Fredrich Yunadi.
"Saya baru bangun tidur terdengar suara terdakwa (Fredrich Yunadi) dok skenarionya kecelakaan saya tanya maksudnya apa dia langsung tutup telponnya. Singkat sekali," ujar Bimanesh.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement