Apa yang Terjadi Jika Bumi Tiba-Tiba Mengubah Arah Putarannya?

Selama miliaran tahun, Bumi berputar ke arah yang sama: timur, atau jika dilihat dari Kutub Utara, melawan arah jarum jam.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 26 Apr 2018, 19:00 WIB
Sumbu planet Bumi sebenarnya tidak tegak benar, melainkan miring sekitar 23 derajat. Dengan demikian, ketika mengitari matahari, justru mataharinya yang terlihat 'berpindah' dari 23 derajat LS ke 23 derajat LU. (Sumber Wikipedia)

Liputan6.com, Berlin - Selama miliaran tahun, Bumi berputar ke arah yang sama: timur, atau jika dilihat dari Kutub Utara, melawan arah jarum jam. Lantas, apa yang akan terjadi jika planet manusia tiba-tiba mengubah arah rotasinya?

Yang jelas, akibatnya bakal drastis. Berdasarkan simulasi komputer yang dipresentasikan di hadapan European Geosciences Union General Assembly di Austria, wilayah Amerika Utara akan menjelma jadi gurun.

Sementara, gundukan pasir kering raksasa akan menggantikan hamparan hutan hujan Amazon di Amerika Selatan. Sebaliknya, lanskap hijau pepohonan subur akan berkembang dari Afrika Tengah ke Timur Tengah.

Tak hanya itu yang digambarkan dalam simulasi. Musim dingin yang beku juga akan melanda Eropa Tengah. Cyanobacteria, kelompok bakteria yang memproduksi oksigen lewat fotosintesis, akan berkembang pada level yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) atau sistem arus di Samudra Atlantik --yang merupakan komponen penting dari sistem iklim bumi-- akan lenyap. Sebagai gantinya, hal serupa akan muncul di Samudra Pasifik.

Sudah jadi pengetahuan umum, Bumi melakukan dua gerakan sekaligus, berevolusi atau mengelilingi matahari, dan berotasi penuh pada sumbunya, dari Kutub Utara ke Selatan, setiap 24  jam, dengan kecepatan putaran mencapai 1.670 km/jam jika diukur di ekuator atau katulistiwa.

Saat Bumi berotasi, momentum daya dorong dan tariknya membentuk arus di lautan, yang bersama aliran angin di atmosfer, menghasilkan berbagai pola iklim di seluruh dunia.

Pola-pola tersebut membawa curah hujan yang melimpah ke hutan lembab atau mengalihkan kelembaban dari lahan yang kering.

Retrograde

Untuk mempelajari bagaimana pengaruh rotasi Bumi terhadap sistem iklim, para ilmuwan membuat permodelan secara digital yang menunjukkan Bumi yang berputar seara berlawanan, searah jarum jam, atau arah yang dikenal sebagai retrograde, demikian menurut Florian Ziemen, salah satu pembuat simulasi sekaligus peneliti di Max Planck Institute for Meteorology di Jerman.

"Rotasi Bumi yang berbalik mempertahankan semua karakteristik topogafi seperti ukuran, bentuk, serta posisi benua dan samudra. Namun, menciptakan kondisi yang berbeda sepenuhnya terkait interaksi antara sirkulasi dan topografi," kata Ziemen kepada situs sains Live Science, Kamis (26/4/2018).

Atau dengan kata lain, rotasi yang berubah arah memungkinkan arus laut dan angin berinteraksi dengan benua (daratan) dengan cara yang berbeda -- memicu kondisi iklim baru.

Untuk mensimulasi apa yang terjadi jika Bumi berputar ke arah berlawanan -- retrogade bukan progade -- para ilmuwan menggunakan Max Planck Institute Earth System Model untuk mengubah hubungan Bumi dengan matahari, membalikkan efek Coriolis atau kekuatan tak terlihat yang mendorong objek bergerak memutar di atas permukaan planet.


Gurun Sahara yang Hijau

Foto aerial menunjukkan para peserta melintasi bukit pasir saat mereka mengikuti kompetisi Marathon des Sables ke-33 di gurun Sahara, Maroko (13/4). (AP Photo / Mosa'ab Elshamy)

Kemudian, berdasarkan simulasi, para ahli mengobservasi perubahan dalam sistem iklim, yang terjadi dalam kurun waktu beberapa ribu tahun.

Bisa disimpulkan bahwa para ilmuwan menemukan, Bumi yang berubah arah rotasi adalah planet yang lebih hijau. Luasan gurun bakal menyusut dari 42 juta kilometer persegi menjadi hanya 31 juta km persegi.

Rerumputan akan menutupi setengah area bekas gurun, separuhnya lagi akan ditumbuhi tanaman berkayu.

Sementara, gurun akan muncul di bagian tenggara AS, Brasil selatan, Argentina, dan China bagian utara.

Perubahan rotasi juga membalik pola angin global, membawa perubahan suhu di wilayah subtropis dan garis bujur (meridian) Bumi. Zona barat kontinen akan mendingin, sementara bagian timur kian hangat. Musim dingin kian beku di Eropa barat laut.

Arus laut juga berubah arah, menghangatkan batas timur laut dan mendinginkan sisi baratnya.

Dalam simulasi, AMOC menghilang dari Samudra Atlantik, namun sistem arus yang sama dan lebih kuat muncul di Pasifik, membawa panas ke perairan Rusia timur. 

Arus laut yang berubah di Samudra Hindia juga memungkinkan cyanobacteria mendominasi wilayah tersebut, dalam level yang tidak pernah dicapai ketika Bumi berotasi saat ini. 

Namun bagi Ziemen, perubahan pada Gurun Sahara, menjadi lanskap hijau, adalah perubahan paling menarik yang muncul dalam imulasi para ilmuwan. 

"Melihat Sahara yang hijau dalam permodelan yang kami buat, membuat saya berpikir soal mengapa gurun itu kini kering kerontang penuh pasir. Juga, mengapa retrogade tak pernah terjadi di Bumi," kata dia. "Pertanyaan mendasar tersebut membuat saya tertarik terlibat dalam proyek ini."

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya