Arab Saudi Eksekusi Mati 48 Orang Sejak Awal Tahun 2018, Salah Satunya TKI

Sejak awal tahun 2018, pemerintah [Arab Saudi](3485027 "") telah mengeksekusi mati 48 orang

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Apr 2018, 18:47 WIB
Ilustrasi Bendera Arab Saudi (iStockphoto via Google Images)

Liputan6.com, Riyadh - Sejak awal tahun 2018, pemerintah Arab Saudi telah mengeksekusi mati 48 orang. Setengah di antaranya merupakan terpidana kasus narkoba.

Salah satu yang tewas di tangan algojo adalah tenaga kerja Indonesia atau TKI.

Sebagai negara dengan tingkat eksekusi tertinggi di dunia, Saudi menerima banyak kritikan, terutama dari organisasi hak asasi manusia HRW

Organisasi yang berbasis di Amerika Serikat itu kerap mendesak Saudi untuk memperbaiki sistem peradilan pidana yang diklaim sangat tidak adil.

Saudi menjatuhkan hukuman mati untuk beberapa jenis kejahatan. Di antaranya adalah terorisme, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan bersenjata, dan perdagangan narkoba.

"Saudi mengeksekusi begitu banyak orang, namun banyak juga dari mereka yang divonis hukuman mati tidak melakukan kejahatan seperti yang didakwakan," kata Direktur HRW Timur Tengah, Sarah Leah Whitson, dikutip dari The Guardian, Kamis (26/4).

Sejumlah pakar juga sudah berulang kali menyuarakan keprihatinan tentang sistem hukum yang diterapkan oleh Saudi.

Negeri Petro Dolar memang mengatur hukum sesuai dengan aturan Islam dan hukuman mati ditujukan untuk membuat jera agar tidak terjadi lagi kejahatan lain di masa mendatang.

Berdasarkan penelitian HRW, Saudi telah melakukan 600 eksekusi sejak awal 2014, lebih dari sepertiga dari mereka dieksekusi akibat kasus narkoba. Tahun lalu, hampir 150 orang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Arab Saudi.

Sementara itu dalam wawancara terbaru dengan majalah Time, Putra Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman mengungkapkan, dirinya akan mempertimbangkan mengubah hukuman mati dalam kasus-kasus tertentu menjadi hukuman seumur hidup.

Pangeran Bin Salman dari Arab Saudi memang dianggap mempelopori reformasi beberapa aturan kerajaan yang terkenal ketat, menjadi lebih fleksibel. Salah satu alasannya adalah supaya ekonomi negaranya tidak melulu bergantung pada minyak. Tujuanlain, untuk investor asing.

Reporter : Ira Astiana

Sumber  : Merdeka.com

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya