KontraS Desak Presiden Jokowi Buka Kembali Kasus Munir

Suciwati bersama KontraS terus mendesak pemerintah mengungkap kasus yang sudah 12 tahun ini masih menyisakan misteri.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Apr 2018, 20:35 WIB
Aktivis KontraS berjalan menuju Sekretariat Negara untuk menyampaikan Kartu Pos Desak Presiden Selesaikan Kasus Munir, Jakarta, Selasa (17/1). Kartu dikumpulkan dari masyarakat di 20 kota di Indonesia. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera menjelaskan secara terbuka keberadaan dokumen hasil Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya aktivis HAM Munir Said Thalib. Istri Munir, Suciwati, bersama KontraS terus mendesak pemerintah mengungkap kasus yang sudah 12 tahun ini masih menyisakan misteri.

"Ini adalah desakan yang kesekian kali. Sebagai warga negara yang taat pada hukum, sebagai keluarga yang dirugikan, dan diabaikan hak keadilannya kami tidak akan berhenti mendesak dan melakukan langkah-langkah untuk meminta pertanggungjawaban Presiden," kata Suci di markas KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Kamis (26/4/2018).

Suci melanjutkan, ketidakjelasan keberadaan dokumen Munir adalah bentuk kelalaian serius pemerintahan Jokowi dalam menjamin keamanan dokumen atau arsip penting pemerintah. "Sikap Bapak Presiden yang tidak mengumumkan hasil dokumen tersebut adalah bentuk pembangkangan hukum sekaligus sebagai upaya menghalang-halangi pemenuhan keadilan," tegasnya.

Dia memaparkan, kewajiban pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan tercantum dengan tegas di dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir yang menyebut "pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan Tim kepada masyarakat".

Padahal, kata Suci, pada 12 oktober 2016, Jubir Presiden Johan Budi menyampaikan bahwa Presiden Jokowi memerintahkan Jaksa Agung mencari keberadaan dokumen laporan TPF Munir. Jokowi juga telah memerintahkan agar dokumen itu ditelusuri lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat novum yang dapat ditindaklanjuti.

"Setelah tujuh bulan perintah tersebut, kami dan masyarakat tidak mendapatkan penjelasan keberadaan dokumen. Dalam hal ini wibawa pemerintahan Bapak Presiden sangat memalukan, negara yang dilengkapi berbagai perangkat otoritas di bawah pemerintahan Jokowi membiarkan keberadaan dokumen dihilangkan atau tidak diketahui," ujar Suci.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Diduga Ada Unsur Kesengajaan

Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan menggelar aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (27/10). Dalam aksi ke-465 itu mereka meminta Jokowi untuk mengusut tuntas kasus meninggalnya Munir. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Suci menambahkan, pada 26 Oktober 2016, mantan Menteri Sekretaris Kabinet pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengirimkan salinan naskah hasil penyelidikan TPF Munir tersebut ke Istana Negara. Kebenaran penyerahan salinan dokumen tersebut juga telah dikonfirmasi oleh Johan Budi.

"Seharusnya tidak ada lagi alasan bagi Presiden untuk mengelak, menunda atau mangkir untuk segera menjelaskan keberadaan dokumen TPF tersebut dan mengumumkan kepada masyarakat. Atau Presiden Jokowi lebih senang saling melempar tanggung jawab dengan mantan Presiden SBY," kata Suci.

"Apabila ada unsur-unsur kesengajaan menghilangkan atau menyembunyikan dokumen TPF Munir oleh otoritas pemerintah maka menempuh langkah pelaporan pidana dan maladministrasi yang sangat mungkin kami lakukan," tandas Suci.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya