Liputan6.com, Washington DC - Presiden Prancis Emmanuel Macron, Rabu 25 April 2018, mengakhiri kunjungan resmi pertamanya ke Washington dengan berpidato di depan sidang paripurna Kongres AS dan bertemu dengan para mahasiswa Universitas George Washington.
Dalam kunjungan tiga harinya, sang Presiden Prancis dan Presiden AS Donald Trump membahas perdagangan bilateral, iklim, Iran, dan Suriah.
Reporter VOA Zlatica Hoke melaporkan kedua pemimpin mengesampingkan perbedaan dan menekankan hubungan erat kedua negara sejak lama dan persahabatan pribadi mereka. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia (26/4/2018).
Baca Juga
Advertisement
Sementara menunjukkan kehangatan dengan kata-kata dan isyarat, Trump dan Macron mengaku mereka berusaha menyelesaikan perbedaan antara AS - Prancis dalam isu seperti perubahan iklim dan perjanjian nuklir dengan Iran.
"Landasan perjanjian ini sudah usang. Ini adalah perjanjian buruk, struktur yang buruk, yang akan runtuh dan seharusnya tidak pernah ditandatangani. Saya salahkan Kongres. Saya salahkan banyak orang untuk ini. Ini seharusnya tidak pernah ditandatangani, dan kita lihat saja apa yang akan terjadi tanggal 12 Mei nanti," kata Trump.
Presiden AS Donald Trump pernah mengatakan tidak akan memperpanjang perjanjian itu setelah masa berlakunya habis tanggal 12 Mei, kecuali jika perjanjian diperbaiki dengan menambahkan komitmen Iran untuk menghentikan program misil balistik dan campur tangan dalam urusan regional.
Macron sepakat bahwa isu-isu tersebut harus ditangani dalam jangka panjang.
"Tepat seperti yang dikatakan Presiden Trump. Ada nuklir jangka pendek. Ada nuklir jangka panjang. Ada kegiatan misil balistik. Ada kehadiran regional Iran. Kita harus membenahi situasi itu," tukas sang Presiden Prancis.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Sepakat soal Iran?
Nasib kesepatan nuklir Iran akan diketahui pada 12 Mei mendatang. Itu karena hari tersebut merupakan batas waktu yang diberikan Donald Trump bagi negara-negara Eropa untuk memperbaiki perjanjian nuklir yang dianggapnya cacat.
Terkait hal tersebut, dalam konferensi persnya bersama Macron, Donald Trump menyatakan, "Tidak ada yang tahu apa yang akan saya lakukan pada tanggal 12 Mei, meskipun Anda Pak Presiden, memiliki ide yang cukup bagus".
"Kita bisa berubah dan kita bisa fleksibel. Dalam hidup, Anda harus fleksibel," ujar Donald Trump.
Namun, pada satu titik, Donald Trump merilis peringatan bagi Iran. "Jika Iran mengancam kita, mereka akan membayar harga layaknya seperti beberapa negara yang sudah pernah melakukannya."
Dalam kesempatan yang sama, Donald Trump juga ditanya soal penarikan pasukan Amerika Serikat dari Suriah. Ia menjelaskan, "Saya ingin membawa prajurit-prajurit kami yang luar biasa kembali ke rumah. Namun, Emmanuel dan saya sendiri telah membahas fakta bahwa kami tidak ingin memberi Iran peluang ke Mediterania. Kami sedang mendiskusikan Suriah sebagai bagian dari kesepakatan keseluruhan."
Meskipun ini merupakan kali pertama Macron melawat ke Negeri Paman Sam, pertemuan itu adalah yang keenam dengan Donald Trump. Menurut Istana Elyséee, kedua presiden telah bicara melalui sambungan telepon sekitar 20 kali, menandai intensnya komunikasi antarmereka.
Belum lama ini, Amerika Serikat bersama dengan Prancis dan Inggris kompak melancarkan serangan udara ke Suriah. Tindakan ini merupakan balasan atas dugaan serangan senjata kimia yang dituding dilakukan rezim Bashar al-Assad di Douma.
Di akhir konferensi persnya bersama dengan Macron pada Selasa kemarin, Donald Trump mengatakan, "Saya sangat menyukainya (Macron)".
Advertisement