Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) mendiang aktivis HAM Munir Said Thalib secara terbuka. Menurutnya, Presiden bisa dipidana jika gagal menyimpan dokumen tersebut dan dokumen TPF Munir tak diumumkan ke publik.
"Di Keppres kan dibilang pemerintah akan mengumumkan kepada masyarakat, nah pemerintah itu kan ada kepalanya, kepala pemerintahan kan Presiden, jadi sangat mungkin dilaporkan karena pemerintah gagal untuk mengamankan atau menyimpan dengan baik dokumen tersebut," ujar Yati di markas KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Kamis (26/4/2018).
Advertisement
Sampai saat ini kasus dan keberadaan dokumen TPF Munir memang masih misteri. Padahal dari 12 oktober 2016, Jubir Presiden Johan Budi menyampaikan bahwa Presiden Jokowi memerintahkan Jaksa Agung mencari keberadaan dokumen laporan TPF Munir. Jokowi juga telah memerintahkan agar dokumen itu ditelusuri lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat novum yang dapat ditindaklanjuti.
"Sampai saat ini dikesankan tidak diketahui kemana dokumen tersebut. Bahkan ketika sudah diperintahkan Jaksa Agung, setelah 7 bulan perintah itu juga tidak dijalankan, tidak jelas," ujar Yati.
"Kedua dalam konteks ada tindakan mangkir dari Presiden untuk mengumumkan dokumen tersebut. Nah itu kan bagian dari pembangkangan hukum, itu bisa saja dilakukan gugatan-gugatan tertentu. Tapi kami masih punya etika yang baik dengan cara seperti ini," imbuh dia.
Namun tak serta merta melapor, KontraS masih mengupayakan menagih dan memberi kesempatan pada Jokowi untuk berani menyelesaikan tanggung jawabnya untuk megumumkan hasil dari dokumen TPF Munir.
"Dan kami percaya kalau ini diumumkan ini menjadi langkah yang baik dalam upaya penyelesaian kasus Munir," ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pelanggaran Pidana
Meski demikian, Yati tetap mempertanyakan sikap pemerintah yang bungkam dalam kasus yang mangkrak 12 tahun ini. Padahal, pengungkapan kasus Munir sudah banyak didukung masyarakat Indonesia maupun internasional.
"Banyak dukungan masyarakat, banyak dukungan internasional kok Presiden tetap diam dan bungkam. Apakah mungkin ada kepentingan-kepentingan politik tertentu dalam pemerintahannya, sehingga ada kesan penyelesaian kasus Munir sengaja diulur-ulur atau ditutup-tutupi untuk tidak maju ke fase yang lebih maju," tandas Yati.
KontraS menilai, kelalaian hilangnya dokumen TPF Munir dan ketidakpatuhan berupa tidak diumumkannya hasil penyelidikan Munir kepada publik dapat mengarah pada pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 52, 53, 55 UU No 14 Tahun 2008 Komisi Informasi Publik.
Yang pada pokoknya menyebutkan bahwa setiap badan publik atau seseorang yang tidak menyediakan informasi publik, menghilangkan dokumen informasi publik dapat dikenakan hukuman pidana 1-2 tahun atau denda sebesar Rp 5 juta hingga 10 juta.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Advertisement