Liputan6.com, Aceh - Pengeboran sumur minyak di Kecamatan Rantoe Peureulak, Kabupaten Aceh Timur mulai dilakukan tahun 1837 oleh penjajah Belanda. Kilang diambil alih pemerintah seiring kemerdekaan Indonesia. Namun, kilang ini berhenti beroperasi tahun 80-an dan setelah itu warga mulai menambang minyak secara ilegal.
Seperti ditayangkan Liputan6 Siang SCTV, Sabtu (28/4/2018), sumur minyak ilegal ini merupakan satu dari sekian banyak tambang di Kecamatan Rantoe Peureulak. Di lokasi ini juga dilengkapi tempat peyulingan untuk mengolah minyak mentah menjadi minyak siap konsumsi. Usai melalui proses penyulingan, diperolah minyak tanah, solar, dan ters. Ters kerap digunakan untuk mengecat rumah atau perahu.
Advertisement
Jika pemilik lahan tak punya modal, mereka bekerja sama dengan cukong untuk mengebor sumur minyak.
Polisi tak pernah lelah mengingatkan warga untuk tidak melakukan pengeboran minyak. Namun tidak dihiraukan.
"Sudah berulang kali kita sampaikan kepada masyarakat untuk tidak melakukan pengeboran meskipun di halaman rumahnya sendiri," ujar Kapolres Aceh Timur AKBP Wahyu Kuncoro.
Rabu 23 April 2018 dini hari lalu, sumur minyak di Desa Pasir Putih, Kecamatan Rantoe Peureulak, meledak dan terbakar. Penyebabnya, proses penambangan yang tidak memenuhi syarat dan standar opersional. Tercatat sudah empat kali kejadian yang selalu merenggut korban jiwa.
Jumat 27 April 2018 siang, korban tewas akibat ledakan sumur minyak ilegal bertambah. Effendi Hamid yang diarwat di Rumah Sakit Umum Dokter Zainoel Abidin Banda Aceh menghembuskan nafas terakhir, karena kondisi luka bakar di sekujur tubuhnya.
Hingga Jumat petang, seluruh korban meninggal dunia akibat ledakan berjumlah 22 orang. Sementara puluhan lain masih dirawat di sejumlah rumah sakit.