Liputan6.com, Cirebon - Kepergian sesepuh Pondok Pesantren (Ponpes) Buntet, Cirebon, Kiai Haji Nahduddin Royandi Abbas membuat seluruh keluarga besar salah satu pesantren tertua di pantura Jawa Barat itu berduka. Ulama yang akrab disapa Mbah Din itu mengembuskan napas terakhir di Barnet Community Hospital, London, Inggris, Rabu, 25 April 2018.
Atas kepergiannya, jenazah Mbah Din akan segera dipulangkan ke Indonesia untuk dimakamkan di kampung halamannya di Cirebon. Berdasarkan informasi yang diperoleh Liputan6.com, rencananya jenazah akan tiba di Tanah Air, pada Minggu sore nanti, dan langsung dibawa ke Cirebon.
Baca Juga
Advertisement
"Jenazah diberangkatkan dari Inggris Sabtu ini, pukul 09.05 waktu setempat," ucap salah seorang perwakilan keluarga besar Ponpes Buntet, Cirebon, Achmad Rofahan, Sabtu, 28 April 2018.
Dia menjelaskan, Mbah Din wafat di usia ke-84 tahun. Sesepuh Ponpes Buntet tersebut wafat setelah beberapa hari terakhir menjalani perawatan intensif. Namun demikian, kiprah dan perjalanan Mbah Din dalam mengenalkan Islam di Inggris cukup bagus.
Sepanjang perjalanan kariernya, Mbah Din mengawali pendidikannya di MI dan MTs di Cirebon. Memasuki SMA, Mbah Din merantau di Jakarta sembari bekerja di perusahaan ekspor hewan hidup.
Selepas masa SMA, Mbah Din bekerja di KJRI Jeddah, Saudi Arabia, tahun 1957 sampai dengan 1962. Selepas dari Arab Saudi, Mbah Din pergi ke Inggris dan bekerja di KBRI London bagian ekonomi, tahun 1963.
"Selama bekerja di KJRI Jeddah, setiap musim haji diberi tugas khusus sebagai Kepala Perwakilan KBRI di Madinah," sebut dia.
Pada tahun 1964, ia belajar di London University mulai dari tingkat diploma sampai postgraduate dengan jurusan ekonomi internasional dan sejarah internasional. Selesai kuliah di London University, Mbah Din meneruskan pendidikan di UCL University of North London jurusan ekonomi perdagangan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pengurus NU di London
"Di perguruan tinggi yang sama, mengambil postgraduate pada jurusan ekonomi pembangunan," sambung dia.
Rofahan menyebutkan, Mbah Din menjadi musytasyar Nahdlatul Ulama (NU) pada Pengurus Cabang Istimewa NU London sejak didirikan sampai sekarang.
Menurut dia, sosok Mbah Din penuh kelembutan, memiliki semangat pendidik khas kiai dalam setiap memberikan nasihat dan pesan. Sosok Mbah Din dikenal tawadhu atau rendah hati.
Semasa hidup, Mbah Din menimba ilmu kepada dua ulama Nusantara terkemuka di Masjidil Haram, Kota Mekkah Al-Mukarramah, yakni Yasin Alfadangi dan Syekh Hamid Albanjari.
"Setelah lama berkarier beliau diamanahkan sebagai pengasuh dan sekaligus tokoh sentral Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, menggantikan kakak beliau yang wafat, KH Abdullah Abbas," ujarnya.
Di Britania Raya, Mbah Din tidak tak menghentikan semangat dakwah Islam yang disenanginya, termasuk mengenalkan kehidupan pondok pesantren di Indonesia. Mbah Din berinteraksi langsung dengan berbagai kalangan, termasuk komunitas muslim dari India, Pakistan, dan Bangladesh.
"Mbah Din selalu diundang ceramah atau memberi motivasi keislaman, terutama yang terkait dengan gagasan Islam dan ekonomi pembangunan," tuturnya.
Advertisement