4 Sinyal Kasus Novel Baswedan Berjalan Mundur

Sudah lebih dari satu tahun kasus Novel Baswedan belum juga tuntas. Bahkan saat ini, kasus itu terkesan berjalan mundur. Apa indikasinya?

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Apr 2018, 08:33 WIB
Penyidik KPK Novel Baswedan usai menggunjungi gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4). Novel Baswedan selesai menjalani perawatan di rumah sakit Singapura yang kedua hingga kini kasus penyiraman air keras genap satu tahun. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Sudah lebih dari satu tahun, kasus Novel Baswedan belum juga tuntas. Penyidik senior KPK ini disiram oleh orang tak dikenal usai menunaikan salat subuh di dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Akibat siraman air keras, Novel Baswedan mengalami luka parah pada mata sebelah kiri. Novel juga menjalani perawatan di Singapura.

Hingga Novel  Baswedan kembali ke Indonesia, kasusnya belum juga diselesaikan. Malah terkesan berjalan mundur.

Apa saja sinyal yang menunjukkan ke arah tersebut? Berikut ulasannya.


1. Kini Ditangani Polres Metro Jakarta Utara

Penyidik KPK Novel Baswedan didampinggi Wakil Pimpinan KPK Saut Situmorang berjalan keluar gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4). Kasus penyiraman air keras Novel Baswedan genap satu tahun. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Kuasa Hukum Novel Baswedan, Alghifari Aqsa, menyebut perkembangan kasus kliennya aneh. Menurut Alghifari, kasus Novel yang sebelumnya ditangani Polda Metro Jaya justru turun ke Polres Jakarta Utara.

"Aneh sebelumnya yang panggil Polda tapi malah sekarang turun ke Polres. Dengan penyidik yang berbeda, dengan penyidik yang memeriksa di Singapura sebelumnya," ujar Alghifari.

Bahkan, menurutnya, kasus Novel ini tidak ada kemajuan terhadap penyidik senior KPK itu. "Sejauh ini belum ada langkah yang maju, untuk kasus Novel atau pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)," kata dia.

Selain Alghifari, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil, juga menilai kasus Novel mengalami kemunduran setelah kasusnya dari Polda Metro Jaya dilimpahkan ke Polres Jakarta Utara.

"Jadi memang kok makin ngaco pengusutan kasus ini. Jadi enggak jelas, arah pengusutannya gelap. Nah sekarang dikejar itu Novelnya bukan fakta-fakta yang berkembang terutama dari CCTV," kata dia.


2. Tak Bentuk TGPF

Suasana Peserta Aksi 365 menuntut kasus Novel Baswedan yang tak kunjung terungkap, seberang Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/4). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Novel mendorong dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait penyiraman air keras terhadapnya. Menurutnya, hal ini penting dilakukan sebagai bentuk perlindungan bagi aparat penegak hukum saat melaksanakan tugasnya.

"Beliau yang lebih tahu dan Presiden akan ambil kebijakan semoga yang terbaik. Saya berharap ini tidak bisa dibiarkan. Kalau dibiarkan ini suatu hal yang buruk dan tentu preseden buruk bagi penegakan hukum dan bagi pemberantasan korupsi," ujar Novel di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa, 27 Februari 2018.

Hingga kini Jokowi belum juga membentuk TGPF. Wakil Presiden Jusuf Kalla juga belum menyetujui pembentukan tim ini. "Saya kira polisi bekerja keras untuk itu, kita harapkan polisi dapat menyelesaikan," kata JK.


3. Novel Mengadu ke Komnas HAM

Penyidik KPK Novel Baswedan usai menggunjungi gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4). Novel Baswedan selesai menjalani perawatan di rumah sakit Singapura yang kedua hingga kini kasus penyiraman air keras genap satu tahun. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Merasa kasusnya tak kunjung selesai, Novel akhirnya menceritakan kejanggalan kasusnya ke tim pemantau Komnas HAM. Menurut anggota tim advokasi Novel Baswedan, Yati Andriyani, Novel dan tim memberikan sejumlah keterangan terkait kasus penyerangan terhadap Novel. Pertama, terkait kronologi penyiraman air keras kepada Novel pada 11 April 2017 lalu.

Kedua, menyangkut pekerjaan dan kasus-kasus yang pernah ditangani Novel selama bekerja menjadi penyidik di KPK. Kemudian, tim dari Komnas juga menanyakan proses pengungkapan kasus penyerangan tersebut di kepolisian.

Lalu menanyakan beberapa pertanyaan tentang hambatan dan kendala yang menyebabkan kasusnya lama diselesaikan.

Novel berharap keterangan yang diberikan dapat menjadi bahan bagi Komnas HAM untuk mendukung tugas kepolisian mengungkap kasusnya.

"Kita mengharapkan yang disampaikan menjadi sesuatu hal yang baik untuk mendukung tugas-tugas kepolisian dalam rangka mengungkap fakta yang ada," harap Novel.


4. Sketsa Wajah Pelaku

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK menggelar aksi di depan Istana Merdeka mendesak Presiden Jokowi membentuk TGPF kasus teror Novel Baswedan, Rabu (11/3/2018). (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Pihak kepolisian sudah dua kali menunjukkan sketsa wajah terduga pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel. Dugaan itu setelah polisi memeriksa 66 saksi.

"Dalam perjalanan penyelidikan ini, lebih kurang 66 saksi diperiksa, kemudian dari beberapa saksi yang sejak 2-3 bulan ini lalu mengerucut pada dua orang yang diduga sebagai pelaku penyiraman terhadap korban," kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Idham Azis.

Ada dua sketsa yang ditunjukkan polisi. Sketsa pertama, pria berambut pendek, sedangkan sketsa kedua menunjukkan pria berambut panjang.

Idham menambahkan, selain keterangan saksi, sketsa wajah dua terduga pelaku bisa terungkap berkat kerja sama pihaknya dengan Australian Federal Police (AFP) dan Inafis Mabes Polri. Selain itu, katanya, tentu kerja keras tim penyidik sebanyak 167 orang yang melibatkan penyidik polres, polda dan bantuan dari Mabes Polri.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, pada 31 Juli lalu, memaparkan sketsa diduga pelaku penyiraman. Menurutnya, sketsa itu belum di-publish karena baru jadi dua hari lalu.

Tito menjelaskan, sketsa itu berhasil dibuat berdasarkan keterangan dari salah seorang saksi kunci yang meminta identitasnya dirahasiakan. Saksi kunci itu memberi informasi saat subuh, sebelum peristiwa penyiraman terjadi, ada orang tak dikenal berdiri di dekat masjid.

 

Reporter : Fellyanda Suci Agiesta

Sumber : Merdeka.com

 

Saksikan video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya