Kominfo dan BPOM Kompak Larang Penjualan Obat Lewat Media Sosial

Penjualan obat seharusnya dilakukan dengan izin dari Kementerian Kesehatan atau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Apr 2018, 14:59 WIB
Ilustrasi steroid. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Semuel Aprijani Pangerapan menegaskan jika masyarakat sesungguhnya tidak boleh secara bebas menjual produk obat-obatan via media sosial, seperti Facebook dan Instagram.

"Kalau obat-obatan memang enggak boleh jual (di medsos)," ungkapnya ketika ditemui dalam diskusi di Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Senin (30/4/2018).

Sebab, penjualan obat seharusnya dilakukan dengan izin dari Kementerian Kesehatan atau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Izin tersebut yang menjadi penjamin bahwa obat yang dijual benar-benar asli.

"Nggak bisa menjual produk yang palsu. Apalagi produk yang berhubungan dengan kesehatan. Seperti yang lewat BPOM bahwa obat obatan harus ada izin edarnya. Dan penjualan untuk obat-obatan yang membutuhkan resep, dia harus ada resep," kata dia.

"Ini bagaimana perlindungan konsumen. Saat dia membeli barang, dia membeli barang yang sesuai dengan keinginannya. Jadi kita mengendalikan content, prodak yang dijual tanpa ada dasar keasliannya," tambahnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com


Harus Miliki Apotek Secara Fisik

Ilustrasi Foto Obat. (iStockphoto)

Direktur Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika dan Psikotropika, BPOM, Hardaningsih pun menegaskan bahwa yang dapat menjual obat adalah apotek yang telah bersertifikat. Dengan kata lain, orang perorangan dilarang menjual obat, apalagi via medsos.

"Orang perorangan sebenarnya dilarang menjual secara online karena tidak punya kewenangan. Farmasi itu tertentu distribusinya. Otomatis kalau orang perorangan itu dilarang menjual obat secara online berarti semua yang ada di website yang tidak dalam kewenanganmya itu berarti sarana yang ilegal," tegas dia.

"Sepertinya penjualan melalui blok medsos akan dilarang. Kemudian untuk komoditasnya, obatnya harus punya izin edar, kemudian obat keras harus ada dengan resep seperti resep," lanjut Hardaningsih.

Lebih jauh dia menjelaskan apotek yang dapat melakukan penjualan secara online pun haruslah apotek yang sudah ada secara fisik, tidak semata-mata hadir dalam bentuk digital saja.

"Sarananya ini adalah bisa apotek atau toko obat yang telah memiliki izin secara offline. Jadi ada fisiknya bukan cuman dunia maya. Fisik memang ada, dan memenuhi standar pelayanan ke farmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan karena kita punya pengaturan yang mengatur bahkan dari pabrik produksinya ada apotek dan ada toko obat itu ada semua aturannya," imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya