Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah jurnal dari para ilmuwan yang meneliti kepuasan pengguna media sosial, disebut kalau melihat kehidupan seseorang alias stalking, bisa memberi kita tingkat 'kepuasan' tertentu.
Tentu kita melakukan hal ini dengan melihat satu-persatu isi feed media sosial seseorang, sebut saja Instagram.
Advertisement
Namun sejak lama, hal ini sebetulnya sudah ada. Itulah mengapa di era sebelum media sosial, kita suka nonton acara reality show di televisi, serta acara gosip. Hal ini membuktikan bahwa informasi memberi kekuatan.
Secara psikologis, stalking seseorang di media sosial itu bisa memberikan rasa kepuasan, mood yang menyenangkan, bahkan rasa kecanduan.
Berikut beberapa alasan mengapa stalking bisa menjadi sesuatu yang membuat penggunanya candu, sebagaimana Tekno Liputan6.com rangkum dari sejumlah sumber.
Evaluasi Diri
Proses evaluasi diri adalah hal yang selalu harus kita lakukan. Masalahnya, seringkali hal ini memicu kegiatan kita untuk 'mencari perbandingan.'
Karena tentu kita tidak bisa mengenali bagaimana diri kita kalau tidak mencari perbandingan terhadap seseorang.
Bahkan dalam jurnal penelitian tentang hirarki kebutuhan dan motivasi dalam kepuasan media sosial dari Rochester Institute of Technology, disebut bahwa otak kita secara insting ingin mengkategorikan dan memberi peringkat pada sifat kita sendiri, dibandingkan dengan sifat orang lain.
Cara paling mudah melakukan itu? Tentu dengan melihat bagaimana orang berperilaku dan bersikap lewat caption Instagram dan dan cuitan Twitter-nya.
Advertisement
Neotony
Manusia adalah makhluk yang spesial. Tidak seperti mamalia lainnya, otak manusia akan selamanya muda.
Jadi, otak manusia sudah berevolusi dan 'sudah dari sananya' selalu beradaptasi dan berubah agar siap menerima berbagai tantangan baru. Hal ini disebut Neotony, yang dijelaskan lengkap dalam ilmu Zoologi.
Neotony adalah retensi fitur remaja pada makhluk hidup, dan pada manusia, ini terjadi pada otak kita.
Dengan ini, kita akan selalu ingin tahu lebih, dan di satu titik, informasi tak akan pernah cukup dan kita akan selalu mencarinya. Tentu, media sosial memberi semua informasi ini dengan baik, dan dengan stalking, kamu bisa mendapatkannya dengan mudah.
Perubahan Norma Sosial
Sebuah studi menyebut bahwa koneksi sosial juga sangat berpengaruh untuk kesehatan.
Orang yang kurang bersosialisasi lebih cenderung obesitas, perokok, serta tekanan darah yang tak normal. Namun studi ini menyebut bahwa penyebab intinya bukan soal sosialisasi, namun soal memahami cara seseorang berinteraksi.
Pada akhirnya, bukan tatap muka yang penting untuk sosialisasi, namun keramahan, empati, atau bahkan kesamaan sifat. Tentu, hal ini bisa kita dapatkan di media sosial, tanpa perlu bersosialisasi secara nyata.
Dengan stalking pun, kita bisa mendapat semua itu: orang yang berempati dengan hal yang juga kita empatikan, orang yang berbuat baik pada orang lain tanpa pamrih, bahkan kita bisa bertemu orang yang kita tatap sebagai orang tercinta kita di masa depan. Semua itu bisa kita dapat tanpa bersosialisasi.
Advertisement
Adiktif
Berdasarkan penelitian yang dimuat di Buffer Social, kita seakan-akan disuntik dengan hormon dopamin jika ada orang yang menyukai kiriman kita di media sosial.
Sedikit perasaan bahagia tersebut ternyata adiktif, dan hal ini akan membuat kita jadi berlama-lama di media sosial.
Sebagai bagian dari itu, tentunya, kita akan mengonsumsi konten dari orang lain, dan dinamika untuk stalking tak bisa terbendung.
Reporter: Indra Cahya
Sumber: Merdeka.com
(Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: