Surabaya - Selain masjid, keberadaan musala merupakan tempat yang penting sebagai peribadatan umat Islam. Di Surabaya Utara, tepatnya di Jalan Karet, Kelurahan Bongkaran, Pabean Cantikan, berdiri salah satu musala yang sudah berusia ratusan tahun, yakni Musala Thoriqul Jannah.
Terletak persis di sebelah timur sungai Kali Mas, Musala Thoriqul Jannah itu berdiri kokoh dengan mempertahankan gaya bangunan lama. Siapa yang membangunnya tidak diketahui pasti karena tidak ada bukti tertulis.
Namun yang jelas, sejak zaman kolonial, musala tersebut sudah berdiri di Jalan Karet bagian selatan yang kini menjelma sebagai kampung ban. "Itu (musala) sudah ada sejak tahun 1231 Hijriah," kata Takmir Musala Thoriqul Jannah, Haji Hosan, saat ditemui Radar Surabaya (Jawa Pos Group) di rumahnya.
Hosan menjelaskan, bila dikonversikan ke tahun masehi, musala tersebut kira-kira dibangun sekitar 1810 atau pada abad 19. Pada waktu itu, kata Hosan, menirukan cerita pendahulunya, kawasan Bongkaran sudah ramai dengan aktivitas perdagangan.
Baca Juga
Advertisement
Penduduk yang berada di sekitar lokasi musala, terdiri dari berbagai macam ras dan agama, termasuk Tiongkok, pribumi, Arab, dan Persia. "Dahulu ya begitu bangunannya tidak terlalu besar. Dan digunakan sebagai tempat ibadah salat oleh warga," ucapnya.
Selain warga sekitar, lanjut Hosan, musala tersebut juga kerap digunakan untuk salat bagi pedagang yang berasal dari luar daerah bahkan luar pulau yang beragama Islam. Itu karena letaknya mudah dijangkau mereka yang berada di Jalan Karet dan tepi Sungai Kali Mas Surabaya.
Di dalam musala, tahun berdirinya musala tersebut masih terukir jelas di bagian atas tempat imam salat. Tulisan itu dibuat menonjol menggunakan huruf Arab dan menunjukkan tahun berdirinya musala sekitar 1231 Hijriah.
Baca berita menarik JawaPos.com lainnya di sini.
Unsur Tionghoa
Tak hanya usianya yang berusia lebih dari 200 tahun, keunikan Musala Thoriqul Jannah juga terletak pada gaya arsitektur yang diterapkan. Musala itu dibangun dengan memadukan gaya arsitektur Tionghoa dan Jawa.
Detail ukiran indah terlihat di atas tempat imam dan bentuk atap di tempat imam. Salah satu yang mencolok dari bangunan tua itu dibangun dengan gaya arsitektur Tionghoa adalah adanya bangunan atap imam yang menyerupai bangunan atap kelenteng.
Bangunan tersebut posisinya berada di ujung depan tempat imam. Sekilas hal itu tampak biasa. Namun, jika diamati maka akan timbul layaknya atap bangunan tersendiri. Padahal, itu adalah bagian bangunan musala yang menjadi satu kesatuan.
"Di bagian depan dekat tempat imam ada dua tiang. Dan atap imam itu masih seperti yang dahulu sejak berdiri," ujar Hosan.
Lelaki yang tinggal di Jalan Bibis Gang 1 Nomor 20 itu tidak memungkiri juga bangunan tersebut dibangun dengan gaya arsitektur Tionghoa dan memadukan budaya setempat.
Bangunan tempat imam lokasinya paling menonjol di depan. Atapnya saat ini dicat warna hijau dipadukan dengan ukiran kuning keemasan. Atap itu dibuat menyatu dan diapit dua tiang besar.
"Itu masih bangunan asli. Tembok dari dahulu. Hanya kami cat kembali dengan warna putih dan ditambah keramik," tutur Hosan.
Sementara untuk lantai bawah, kata Hosan, juga masih menggunakan lantai asli yang terbuat dari marmer berusia ratusan tahun. Begitu pun dengan lantai dua Musala yang terbuat dari papan kayu jati asli Jawa.
Ketua Sarekat Pusaka Surabaya Freddy H Istanto membenarkan kawasan Musala Thoriqul Jannah tersebut masuk dalam kawasan Kampung Pecinan. Tidak menutup kemungkinan juga itu memengaruhi gaya arsitektur bangunan tersebut.
"Seperti kebanyakan bangunan di kawasan tersebut memang kental dengan arsitektur Tiongkok," katanya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement