Liputan6.com, Paris - Kepolisian Prancis menahan lebih dari 200 orang yang terlibat aksi protes May Day di Paris pada Selasa, 1 Mei 2018.
Hal itu dilakukan setelah tembakan meriam air dan gas air mata gagal menghentikan amukan massa, yang memecahkan jendela toko dan melemparkan berbagai bahan peledak.
Dikutip dari The Guardian pada Rabu (2/4/2018), bentrokan dilatarbelakangi ketidakpuasan serikat buruh terhadap kebijakan Presiden Emmanuel Macron, yang hendak melonggarkan peraturan tenaga kerja guna merangsang pertumbungan ekonomi Prancis.
Sehari sebelumnya, polisi antihuru-hara di Paris telah memperingatkan kemungkinan bentrokan dengan kelompok anarkis kiri-jauh -- yang dikenal sebagai Blok Hitam -- setelah ajakan viral mereka di media sosial untuk menjadikan hari Selasa sebagai "Hari Revolusi".
Baca Juga
Advertisement
Polisi menyebut sekitar 1.200 pengunjuk rasa datang dengan berpakaian serba hitam, dan sebagian mengenakan topeng, di tengah peringatan May Day yang rutin dilakukan setiap tahunnya di Paris.
Para pengunjuk rasa dilaporkan menghancurkan jendela-jendela gedung komersial, termasuk sebuah dealer Renault dan restoran McDonald’s di dekat stasiun kereta Austerlitz di timur Paris. Mereka juga mengobrak-abrik banyak toko, membakar kendaraan, dan mencorat-coret tembok dengan grafiti anti-kapitalis.
Di tengah bentrokan yang melibatkan aksi lempar petasan, tampak beberapa bendera Soviet dikibarkan sebagai simbol anti-fasis.
Juru bicara pemerintah Prancis, Benjamin Griveaux, mengecam aksi para pengunjuk rasa karena menutupi wajah mereka.
"Ketika Anda memiliki keyakinan yang kuat, Anda seharusnya berdemonstrasi dengan wajah terbuka. Mereka yang sengaja menutupi wajahnya adalah musuh demokrasi," katanya.
David Le Bars, seorang pejabat kepolisian Prancis, mengatakan kepada BFM TV bahwa pihaknya sengaja tidak segera melakukan tindakan tegas, guna menghindari jatuhnya korban di kedua sisi.
Menurutnya, para pelaku unjuk rasa datang bertujuan memukul simbol-simbol kapitalis, dan melecehkan barisan keamanan polisi.
Tahun lalu, ketika polisi langsung melakukan tindakan tegas untuk menghentikan aksi serupa, para pengunjuk rasa justru bersikap lebih anarkis, hingga berani melemparkan bom ke petugas keamanan dari jarak dekat.
Simak video pilihan berikut:
Pegawai Kereta Mogok Kerja
Sementara itu, di tengah desakan serikat buruh untuk menggagalkan reformasi ekonomi yang diajukan oleh Presiden Macron, mayoritas staf perusahaan kereta nasional SNCF telah lebih dulu melakukan aksi mogok kerja.
Aksi tersebut dilakukan lantaran pemerintah menghendaki pembukaan investasi asing secara besar-besaran, yang dikhawatirkan berpengaruh pada tata kelola buruh di dalamnya.
Salah satu poin rencana yang dikeluhkan adalah dibolehkannya campur tangan asing dalam kondisi tertentu, untuk mengelola langsung operasional layanan kereta nasional Prancis.
Berkaitan dengan tuntutan aksi May Day, Presiden Macron menegaskan kembali pada Selasa, bahwa ia tidak akan mundur dalam menjalankan agenda reformasinya.
Aksi May Day di Paris tadinya diperkirakan akan diikuti lebih dari 50.000 orang, namun jumlah pengunjuk rasa yang datang kurang dari setengahnya.
Polisi menyebut sebanyak 20.000 buruh terlibat dalam aksi protes tersebut, di luar penyusupan anarkisme massa pendukung Blok Hitam yang diperkirakan berjumlah ribuan orang.
Pihak oposisi konservatif menuduh pemerintahan Presiden Macron tidak cukup siap menghadapi aksi protes, yang berujung pada kekerasan. Mereka juga mengkritik sikap Macron yang tidak tanggap dalam menindak aksi anarki pada protes May Day kemarin.
Advertisement