Liputan6.com, Jakarta - Penerapan teknologi pengenalan wajah terus dikembangkan sejumlah negara. Salah satunya adalah Singapura yang dilaporkan akan memanfaatkan teknologi itu di bandara Changi.
Dikutip dari Reuters, Rabu (2/5/2018), penerapan teknologi ini akan digunakan untuk menemukan pengunjung yang mungkin tersesat saat berada di bandara. Jadi, penumpang itu dapat diarahkan untuk menuju penerbangan yang dimaksud.
Chief Information Officer bandara Changi, Steve Lee menuturkan, upaya pemanfaatan pengenalan wajah ini ditujukan untuk mengatasi masalah yang kerap terjadi di bandara. Ia membantah teknologi ini digunakan sebagai bentuk pengawasan.
Baca Juga
Advertisement
"Kami banyak menerima laporan penumpang yang tersesat. Jadi, kami berpikir dapat memakai teknologi pengenalan wajah untuk mendeteksi dan membantu mencari penumpang yang akan berada dalam sebuah penerbangan. Tentu, dengan izin dari maskapai," tuturnya.
Kendati demikian, belum dapat dipastikan kapan teknologi ini diterapkan. Namun, Lee sendiri menyebut pihaknya sudah berbicara dengan sejumlah perusahaan terkait kemungkinan penerapan teknologi pengenalan wajah.
Sekadar informasi, Terminal 4 di bandara Changi sebenarnya sudah menerapkan teknologi pengenalan wajah sejak beberapa waktu lalu. Teknologi ini dipakai untuk membantu penumpang melakukan check-in, memasukkan bagasi, hingga imigrasi.
Dengan teknologi ini, penumpang dapat melakukan seluruh kebutuhan selama di bandara secara mandiri. Selain lebih efisien, teknologi ini juga mengurangi antrean penumpang saat ingin masuk ke bandara.
Sebagai gambaran, penumpang yang berada di Terminal 4 bandara Changi cukup meletakkan bagasinya di booth yang tak berawak. Setelah itu, booth tersebut akan mengambil gambar penumpang dan mencocokkan dengan foto paspor.
Foto penumpang nantinya akan diambil lagi saat berada di gerbang keamanan otomatis imigrasi. Hasil foto itu nantinya akan digunakan untuk memverifikasi identitas penumpang di boarding gate.
Berbekal Pengenalan Wajah, Polisi Tiongkok Kian Mudah Tangkap Pelaku Kejahatan
Selain Singapura, negara lain yang juga berhasil menerapkan teknologi pengenalan wajah adalah Tiongkok. Namun, Negeri Tirai Bambu itu memanfaatkan teknologi ini kebutuhan keamanan.
Salah satunya adalah upaya untuk menangkap pelaku kejahatan seperti yang terjadi baru-baru ini. Dikutip dari BBC, polisi setempat dilaporkan berhasil meringkus seorang terduga pelaku kejahatan dengan memanfaatkan teknologi pengenalan wajah.
Pelaku yang disebut bernama Ao itu masuk dalam daftar pencarian polisi karena dianggap melakukan kejahatan ekonomi di Tiongkok. Ao ditangkap saat dirinya bersama sang istri sedang menghadiri konser penyanyi kenamaan Jacky Cheung.
Menurut salah seorang petugas, identitas pelaku berhasil diidentifikasi dari kamera yang ada di pintu masuk. "Pelaku terlihat sangat terkejut saat kami membawanya, sebab ia tak menduga kami akan mampu menangkapnya di tengah kerumunan 60 ribu orang," tuturnya.
Metode penangkapan Ao bukan kali pertama terjadi. Pada Agustus 2017, polisi di provinsi Shandong berhasil meringkus 25 pelaku kriminal menggunakan sistem pengenalan wajah yang ada di festival bir internasional Qingdao.
Tiongkok sendiri juga diakui sebagai salah satu negara yang unggul dalam pemanfaatan teknologi pengenalan wajah. Bahkan, masyarakat disebut sangat sulit mengakali otoritas setempat berbekal teknologi ini.
Negara Tirai Bambu itu memang telah membangun sebuah jaringan kamera pengawas terbesar di dunia. Saat ini, diperkirakan sudah ada 170 juta kamera CCTV yang tersebar dan sedang dipersiapkan sekitar 400 juta kamera baru yang dipasang hingga 2020.
Advertisement
Polisi Tiongkok Pakai Kacamata Pintar untuk Temukan Pelaku Kejahatan
Tak hanya sistem pengawasan berbasis kecerdasan buatan, otoritas polisi setempat juga dibekali dengan kacamata pintar. Kacamata berbasis kecerdasan buatan ini digunakan untuk memindai wajah dan pelat nomor kendaraan.
Jadi, kacamata ini akan melakukan pemindaian wajah dan pelat nomor kendaraan, lalu disesuaikan dengan basis data yang dimiliki kepolisian. Apabila ada kendaraan atau wajah yang masuk dalam 'daftar hitam', kacamata ini segera memberikan peringatan.
Sebagai bagian dari uji coba, kacamata ini baru digunakan saat pertemuan tahunan parlemen Tiongkok di Beijing. Dalam pertemuan tahun ini, sejumlah pemimpin di Tiongkok diketahui sedang gencar menyerukan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan keamanan negara.
Namun, tak sedikit pula yang menyebut aksi pengawasan ini akan menyebabkan keresahan di masyarakat, karena dianggap membatasi kebebasan dan perasaan selalu diawasi.
(Dam/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: