Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Antonius Tonny Budiono menangis usai mendengar penasihat hukumnya meminta keringanan hukuman atas perkara suap dan gratifikasi yang membelit.
"Saya mengingatkan kepada teman-teman saya, kolega saya agar ini menjadi pembelajaran, dan tidak berbuat seperti saya," ujar Antonius usai membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/5/2018).
Advertisement
Sebelum penasihat hukum meminta keringanan hukuman, mantan Dirjen Hubla itu lebih dahulu menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan. Hakim Ketua Syaifudin Zuhri pun menyampaikan pendapat atas nota pembelaan yang disampaikan Antonius.
"Pada intinya terdakwa mengakui kesalahan walaupun tidak bermaksud menerima suap dan gratifikasi. Terdakwa meminta keringanan dalam pleidoinya," ujar Hakim Syaifudin di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/5/2018).
Hakim Syaifudin kemudian meminta pendapat jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas nota pembelaan yang disampaikan oleh Antonius. Jaksa menyatakan tetap pada tuntutannya yakni 7 tahun penjara.
Kemudian jaksa KPK menyerahkan surat penetapan justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerjasama dengan KPK atas nama mantan Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono kepada majelis hakim. Hakim kemudian menyatakan akan mempertimbangkan status JC Antonius dalam putusan yang akan digelar pada Kamsi 17 Mei 2018.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tuntutan Jaksa
Antonius Tonny Budiono dituntut hukuman pidana penjara 7 tahun denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Antonius menerima suap Rp 2,3 miliar. Uang tersebut diterima Antonius dari Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.
Selain itu, Antonius juga didakwa menerima gratifikasi dengan nilai total Rp 19,6 miliar. Jaksa KPK juga meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menetapkan Antonius sebagai pihak yang bekerjasama dengan KPK alias Justice Collaborator (JC).
Advertisement