Baru 240 Ribu Kartu Debit Berlogo GPN yang Tersebar di RI

BI menyebut baru 400 ribu kartu debit berlogo GPN yang dicetak oleh 49 perbankan.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mei 2018, 14:15 WIB
Kepala Departemen Elektronifikasi dan GPN Bank Indonesia, Pungky P. Wibowo (Foto: Merdeka.com/Yayu Agustini)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan, dari 100 penyelenggaran jasa sistem pembayaran, 98 bank penerbit kartu telah memperoleh persetujuan menerbitkan kartu berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dari BI. Hal ini sesuai dengan Peraturan BI tentang GPN, yang menyebut rencana bank dalam menerbitkan kartu berlogo GPN harus sesuai persetujuan BI.

"Tercatat 49 bank telah melakukan pencetakan kurang lebih 400 ribu kartu. Sebanyak 60 persen di antaranya berhasil didistribusikan oleh 38 bank ke seluruh wilayah Indonesia," kata Direktur Eksekutif Departemen Elektronifikasi dan Gerbang Pembayaran Nasional BI, Pungky P Wibowo di Gedung BI, Kamis (3/5/2018).

Itu artinya, baru sekitar 240 ribu dari 400 ribu kartu GPN yang dicetak didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia. 

Pungky meminta semua bank melakukan distribusi kartu berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dengan baik.

"Walaupun dia sudah berlogo GPN, sudah buat persetujuan sudah bisa nyetak, tapi distribusinya juga harus diperhatikan. Kalau tidak terdistribusi dengan baik, lalu teriak ke BI," ujarnya.

Pungky menjelaskan, penerbitan kartu berlogo GPN meenunjukkan industri memiliki semangat yang sama untuk meningkatkan utilisasi sistem pembayaran secara optimal.

"Utilisasi tersebut tidak hanya sebatas dalam transaksi, namun juga mencakup program-program elektronifikasi lainnya," jelasnya. 

Adapaun elektronifikasi lainnya, yaitu seperti bansos (bantuan sosial), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan juga program lainnya seperti Kredit Untuk Rakyat (KUR).

 

 

Reporter : Yayu Agustini Rahayu

Sumber : Merdeka.com


Jurus Jitu Bank Indonesia Jaga Nilai Tukar Rupiah

Rupiah melemah (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia (BI) menilai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir belum pada posisi yang mengkhawatirkan.

Lantaran faktor eksternal dan musiman yang menyebabkan jatuhnya nilai tukar rupiah yang hingga pagi ini, Kamis (3/5/2018) nyaris menyentuh level Rp 14.000 per dolar AS.

Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah di posisi 13.965 per dolar AS pada Kamis 3 Mei 2018.

Sedangkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah tujuh poin ke posisi 13.955 per dolar AS pada Kamis pagi ini dari penutupan kemarin 13.948 per dolar AS. Rupiah pun bergerak di kisaran 13.955-13.968 per dolar AS.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo menyatakan secara domestik, kondisi perekonomian Indonesia sangat baik. Namun, ketidakpastian ekonomi global menyebabkan terjadinya pelemahan nilai tukar, tidak hanya rupiah, tetapi sejumlah mata uang negara lain.

"Dari domestik tidak ada alasan rupiah melemah. Namun, akan ada apa dengan Trump? Trade war? Proteksionisme Amerika. Ini yang menyebabkan bagusnya perekonomian Indonesia tertutup dengan faktor eksternal," Dody menjelaskan dalam sambutannya pada acara Diseminasi Laporan Perekonomian Indonesia, Makassar, Kamis (3/5/2018).

Dody menambahkan, ada faktor musiman juga menjadi penyebab pelemahan nilai tukar rupiah karena besarnya permintaan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri, dividen, pembayaran impor.

Meski begitu, Dody memastikan, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini masih dalam level aman. "Kita melemah 0,8 persen, tetapi pelemahan juga terjadi pada mata uang lain, seperti India dan Jepang," kata Dody.

 


Empat Strategi BI

Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo (Yayu Agustini Rahayu Achmud/Merdeka.com)

Bank Indonesia, dia melanjutkan, telah melakukan beberapa langkah untuk menjaga agar rupiah tidak semakin terpuruk. Dody menyebutkan ada empat kebijakan Bank Indonesia dalam menanggapi pelemahan nilai tukar rupiah ini. Empat strategi ini dilakukan secara bertahap.

Pertama, Bank Indonesia menjaga likuiditas valas dan rupiah. Kedua, memantau perkembangan ekonomi global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik.

Ketiga, Bank Indonesia menyiapkan second line of defense dengan institusi terkait. Ada dua cara dalam second line of defense ini, yakni Bilateral Swap Agreement dan Currency Swap Agreement.

Terakhir, apabila tekanan terus berlanjut serta mengganggu stabilitas, maka Bank Indonesia akan menyesuaikan suku bunga.

"Kita memperkuat cadangan devisa. Jadi saat dibutuhkan kita ada sumber cadev. Serta menyediakan room jika nanti kita lakukan penyesuaian suku bunga," ujar Dody.

"Kita pantau pasar, sudah kita upayakan untuk menjaga rupiah. Kalau tidak ada BI, mungkin rupiah sudah Rp 15 ribu. Kalau sekarang Rp 14 ribu, itu hasil yang telah kita lakukan," Dody menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya