Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowadojo mengharapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan membaik. Hal ini mengingat hasil pertemuan the Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan mempertahankan suku bunga.
Agus menuturkan, pada pertemuan FOMC itu membahas ekonomi Amerika Serikat (AS) yang membaik.
"Jadi semua pasar bereaksi dan berpengaruh pada dunia termasuk kepada rupiah," kata Agus, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Agus menyatakan, hasil FOMC meeting akan dibahas pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang diselenggarakan pada 16-17 Mei 2018.
Baca Juga
Advertisement
"Tetapi yang kami jelaskan tidak perlu khawatir, BI selalu ada di pasar jika ada tekanan. Jadi kami mohon untuk bisa menenangkan masyarakat, BI akan ada selalu di pasar untuk menjaga ini."
Agus mengungkapkan, saat ini tekanan juga dialami mata uang negara lain, bukan hanya rupiah.
"Untuk Indonesia mata uangnya kalau dilihat bahwa satu dolar sama dengan lima digit rupiah tetapi jika mata uang yang lain satu dolar sama dengan satu digit atau dua digit uang. Ini kalau seandainya persentase ada depresiasi misalnya 1 persen, 2 persen kelihatan di Indonesia jumlahnya besar tapi sebanyak yang dilhiat adalah presentase,” ujar dia.
"Kalau terjadi depresiasi kita anggap sesuatu yang wajar, tapi mohon jangan hanya lihat nominal saja, tapi juga dilihat persentase,” kata dia menambahkan.
Agus mengatakan, BI akan terus menjaga volatilitas rupiah dalam keadaan yang wajar. "Dan BI ingin menjamin bahwa likuiditas dari valuta asing dan jika ada sedikit volatilitas mencerminkan komitmen BI menerapkan fleksibel exchange rate,” ujar Agus.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
The Fed Pertahankan Suku Bunga Acuan
Sebelumnya, Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) mempertahankan suku bunga. Hal itu diputuskan usai pertemuan dilakukan dalam dua hari ini.
Hasil pertemuan the Fed itu juga menunjukkan keyakinan kenaikan inflasi mendekati target the Fed. Kondisi itu membuat spekulasi suku bunga akan naik pada pertemuan the Fed Juni 2018.
The Fed mempertahankan suku bunga dalam kisaran 1,5-1,75 persen. Investor memperkirakan the Fed akan mempertahankan suku bunga pada awal Mei ini. Sebelumnya the Fed telah menaikkan suku bunga pada Maret 2018. Pasar saham dan imbal hasil surat utang atau obligasi sebagian besar tidak terpengaruh oleh keputusan the Fed tersebut.
"Kami melihat pernyataan the Fed hambar, dan pandangan mereka kira-kira seimbang," ujar Market Strategist Stone and McCarthy Research Associates, John Canavan, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis, 3 Mei 2018.
Para pejabat the Fed menekankan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan baru-baru ini. The Fed mengatakan, kalau rata-rata sektor tenaga kerja dan aktivitas bisnis menguat dalam beberapa bulan terakhir.
The Fed juga menyatakan, kalau inflasi telah bergerak dekat sesuai target dan dalam 12 bulan akan mendekati angka dua persen. The Fed optimistis terhadap pandangan ekonominya termasuk investasi bisnis yang terus tumbuh kuat. Chairman the Fed Jerome Powell mempertahankan kebijakan moneternya dalam jangka pendek.
Ia akan menaikkan suku bunga secara bertahap dan menghadapi ekonomi kuat yang belum memicu lonjakan inflasi. Namun, rilis data ekonomi pada Senin menunjukkan kenaikan harga mendekati target inflasi the Fed dua persen. The Fed prediksi inflasi melonjak 1,9 persen dalam 12 bulan pada Maret. Angka itu terbesar sejak Februari 2017.
The Fed pun mengantisipasi kenaikan inflasi dan menegaskan kalau target inflasi bukan batas. Bank sentral AS pun meramal suku bunga akan naik lagi sebanyak dua kali pada 2018. Kemungkinan juga mencapai tiga kali. Investor mengharapkan kenaikan suku bunga dapat terjadi pada pertemuan 12-13 Juni 2018.
Bank sentral AS telah mengetatkan kebijakan moneternya sejak Desember 2015. Kemudian menaikkan suku bunga sebanyak sekali pada 2016. Pada 2017, suku bunga the Fed naik tiga kali di tengah ekonomi dan pasar tenaga kerja menguat. Meskipun pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 2,3 persen pada kuartal I 2018, ekonomi AS cenderung melemah dalam beberapa tahun terakhir.
Pertumbuhan tenaga kerja pun melambat. Kenaikan diperkirakan terjadi dalam beberapa bulan mendatang yang didorong hasil keputusan Presiden AS memangkas pajak pemerintah dan stimulus fiskal.
Saat ini ekonomi terus tumbuh. Tingkat pengangguran pun mencapai 4,1 persen terendah dalam 17 tahun. Diprediksi, upah akan semakin tinggi usai alami perlambatan dalam periode panjang.
Dalam pertemuan the Fed juga tidak menyebutkan risiko ekonomi yang ditimbulkan oleh meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan negara lain terutama China. The Fed cenderung wait and see ketimbang memberikan komentar yang dapat berpotensi timbulkan dampak negatif.
Sakaikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement