Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Donald Trump dikabarkan telah memerintahkan Pentagon menyiapkan opsi penarikan pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan. Laporan yang diungkap sejumlah sumber di Washington ini, muncul jelang pertemuan Donald Trump dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
Mengurangi jumlah pasukan tidak dimaksudkan untuk menjadi tawar menawar dalam pembicaraan Donald Trump dengan Kim Jong-un tentang program senjata, kata sejumlah sumber tersebut. Mereka menjelaskan bahwa perdamaian antar dua Korea dapat mengurangi kebutuhan akan tentara Amerika Serikat yang saat ini ditempatkan di Korea Selatan.
Kabar lain menyebutkan, Donald Trump bertekad menarik pasukan Amerika Serikat dari Korea Selatan dengan alasan, tidak memiliki biaya yang cukup untuk mempertahankan mereka. Demikian seperti dikutip dari The New York Times, Jumat (4/5/2018).
Adapun alasan lain yang disebut-sebut jadi pemicu Donald Trump memilih opsi penarikan pasukan adalah negosiasi dengan Korea Selatan soal pembagian pembiayaan berujung buntu.
Berdasarkan perjanjian yang akan berakhir pada akhir 2018, Korea Selatan harus membayar sekitar setengah dari ongkos kebutuhan pasukan -- atau sekitar lebih dari US$ 800 miliar per tahun. Sementara, pemerintahan Donald Trump menuntut agar Seoul membayar nyaris seluruhnya.
Opsi penarikan pasukan yang dilontarkan Donald Trump dilaporkan telah mengguncang para pejabat Pentagon dan lainnya. Mereka khawatir, pengurangan pasukan dapat melemahkan aliansi Amerika Serikat dengan Korea Selatan serta menimbulkan kekhawatiran di Jepang pada saat Washington memulai negosiasi nuklir yang berisiko dengan Pyongyang.
Sumber yang sama menolak untuk mengungkapkan apakah opsi yang disodorkan Donald Trump berarti penarikan secara penuh atau parsial. Namun penarikan total tidak mungkin dilakukan.
Pertemuan Donald Trump dengan Kim Jong-un kelak, dinilai menyuntikkan elemen baru yang reaksinya tidak dapat diprediksi. Antusiasme Donald Trump terkait pertemuan tersebut telah memicu kekhawatiran bahwa ia mungkin saja menawarkan penarikan pasukan sebagai imbalan konsesi Kim Jong-un.
Baca Juga
Advertisement
Kekhawatiran tersebut dinilai dirasakan pula oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis. Pada Jumat lalu, ia menyatakan bahwa masa depan kehadiran militer Amerika Serikat di Korea Selatan "ada di atas meja".
"Itu adalah bagian dari isu yang akan kami bahas dalam negosiasi dengan sekutu kami lebih dulu, dan tentu saja Korea Utara. Untuk saat ini, kami hanya harus mengikuti prosesnya, berunding, dan tidak mencoba membuat prasyarat atau dugaan soal bagaimana ini akan berjalan," tutur Mattis.
Juru bicara Kepala Staf Gabungan, Kolonel Patrick Ryder mengatakan, ia tidak memiliki informasi tentang opsi penarikan pasukan yang dicetuskan Donald Trump.
Kelly E. Magsamen, pejabat kebijakan Asia di Pentagon selama pemerintahan Barack Obama, mengatakan, "Kehadiran Amerika Serikat di Korea Selatan adalah bagian 'sangat keramat' dari aliansi kita."
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sikap Korea Selatan
Pemerintah Korea Selatan menegaskan kembali pekan ini bahwa keberadaan pasukan Amerika Serikat masih dibutuhkan, dan perjanjian damai antar Korea tidak akan membuat mereka ditarik.
Meski demikian, penasihat Presiden Moon Jae-in, Moon Chung-in, menimbulkan keraguan publik terkait hal itu.
Dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada awal pekan ini, Moon Chung-in mengatakan bahwa akan sulit membenarkan kehadiran pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan jika perjanjian damai kelak ditandatangani oleh kedua Korea.
Sementara itu, baru-baru ini, seorang pejabat Korea Selatan yang mengutip pernyataan Kim Jong-un mengatakan bahwa pemimpin Korea Utara itu akan menghentikan desakan lamanya soal penarikan pasukan Amerika Serikat di Semenanjung Korea.
Terkait hal tersebut sejumlah ahli menilai, bagi Kim Jong-un, penarikan pasukan Amerika Serikat kurang penting dibanding mendapat keringanan sanksi ekonomi.
Selama bertahun-tahun, kehadiran Amerika Serikat di Semenanjung Korea dianggap sebagai simbol pencegahan dibanding sebagai kekuatan tempur. Saat ini, jumlah pasukan juga sudah turun sekitar sepertiga dari tahun 1990-an. The New York Times memuat bahwa jumlah pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan sebanyak 23.500 personel, sementara CNBC menulis jumlahnya mencapai 28.500.
Pasukan Korea Selatan sendiri telah menjadi kekuatan tempur utama hingga menyebabkan mereka kurang bergantung pada Amerika Serikat. Hal itu juga menyebabkan pasukan Negeri Paman Sam mundur ke selatan Seoul.
Sejak Presiden George H. W. Bush mencabut senjata nuklir taktis dari Korea Selatan pada awal 1990-an, penangkal nuklir Korea Utara juga telah ditempatkan jauh, di silo rudal di daratan Amerika Serikat, kapal selam di Pasifik atau pengebom yang berbasis di Guam.
Donald Trump bukanlah presiden Amerika Serikat pertama yang mendorong pengurangan pasukan. Jimmy Carter mencalonkan diri dengan janji untuk menarik semua pasukan tempur darat, sebagian untuk memprotes pemerintah otokratis Korea Selatan pada saat itu. Perlawanan dari militer dan Kongres menghalangi usahanya. Pada 2004, Menteri pertahanan era George W. Bush, Donald H. Rumsfeld, menggeser hampir 10.000 pasukan dari Korea Selatan ke perang Irak.
Selama pemerintahan Obama, mantan pejabat di Washington mengatakan, Pentagon selalu enggan untuk mempertimbangkan pengurangan pasukan atau penangguhan latihan militer bersama terkait Korea Utara.
"Akan sangat bodoh untuk memberikan semua itu di awal diskusi, mengingat rekam jejak Korea Utara yang panjang untuk melanggar perjanjian," kata Christine Wormuth, mantan pejabat kebijakan Kementerian Pertahanan pemerintahan Obama.
Donald Trump, bagaimanapun, telah lama berpendapat bahwa kehadiran militer Amerika Serikat di Semenanjung Korea bukanlah aset tetapi tanggung jawab -- tidak hanya di Korea Selatan tetapi juga di Jepang. Karena kedua negara tersebut kaya, katanya, maka mereka seharusnya lebih banyak menanggung beban untuk pertahanan mereka.
Selama kampanye presiden 2016, ia bahkan menyarankan agar kedua negara memperoleh senjata nuklir mereka sendiri sehingga mereka tidak harus bergantung pada payung nuklir Amerika.
Pada satu sisi, Donald Trump mengakui bahwa pasukan Amerika Serikat telah menjaga perdamaian di Semenanjung Korea. Namun, di lain sisi ia mengatakan, mereka tidak berbuat apa-apa untuk mencegah Korea Utara memperoleh senjata nuklir atau mengancam tetangganya.
"Kami mendapati tentara kami duduk di sana menyaksikan rudal diluncurkan," katanya dalam wawancara dengan The New York Times pada Juli 2016, menambahkan, "Kami sudah lama menempatkan mereka di sana, dan sekarang mereka praktis sudah usang..."
Advertisement